Still Day 2: Pulau Tikus
Kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke Pulau Tikus.. sebagian dari kami (lagi-lagi) memilih untuk tidur.. Tak lama kemudian kami semakin mendekati Pulau Tikus, tampak dari kejauhan kapal anak-anak homestay tetangga memotong jalur perairan dangkal sehingga terlebih dahulu tiba di Pulau tersebut..
Kapal kami berhenti pada jarak yang agak jauh dari pantai Pulau itu dikarenakan tak mampu menembus perairan yang lebih dangkal lagi dengan ukuran kapal yang sebesar itu.. membutuhkan proses yang cukup lama hingga kapal benar-benar berhenti.. Aku sempat bermain-main di pinggir kapal ketika kapal itu berusaha merapat..
Kami pun diwajibkan untuk turun dari kapal dan berjalan kaki menuju Pulau tersebut.. Kedalaman air ketika kami turun dari kapal masih cukup dalam, yaitu di atas pinggangku, hingga aku terpaksa melepas kembali kaos yang sebelumnya telah aku gunakan..
Teman-temanku berjalan terlebih dahulu (padahal aku yang turun dari kapal paling dulu) ditemani oleh Pak Udin.. dan aku tetap berada di dekat kapal, menunggu Davin yang sibuk mengambil handuk untuk melindungi bahunya yang perih memerah karena terbakar matahari.. Kulihat kapal yang kami tumpangi masih sibuk memposisikan dan berputar ke arah kiri, dibantu dengan menggunakan kayu panjang hingga mendapatkan posisi berlabuh yang tepat..
Lalu aku pun berjalan ke arah Pulau, bersama Davin dan mas Edi.. kami diharuskan berjalan perlahan-lahan dan berhati-hati dikarenakan di perairan itu banyak terdapat bulu babi.. hitam-hitam bulat berduri dan bisa menggelinding.. kulihat sebagian besar bulu babi itu bergerombol.. selain bulu babi, juga terlihat rumput..
Lama berjalan menyusuri perairan dangkal, dengan langkah yang berat, akhirnya aku dan Davin tiba di pantai Pulau Tikus.. kulihat teman-teman yang lainnya sudah sibuk berfoto-foto..
Aku berjalan mengikuti Davin, melewati tumpukan karung pasir yang sudah membatu sehingga tampak seperti jalur batu yang biasanya ada di taman.. dan ternyata jalur itu licin, dan aku pun terjatuh.. sungguh beruntung, kamera yang kupegang tak kena air karena tanganku tertahan dengan posisi ke atas.. kamera yang kubawa itu bukan waterproof.. tapi, tulang keringku terluka lagi.. berdarah lagi.. bagian itu sering sekali terluka.. dan hanya menambah luka di kakiku saja yang sebelumnya di bagian lututku juga berdarah karena tak sengaja menabrak terumbu karang ketika snorkeling..
Pulau Tikus itu cukup bersih dan memang tak berpenghuni.. di bagian belakang yang kulihat hanyalah hutan.. tak tampak ada rumah ataupun pondok.. Pemandangan yang cukup menarik.. air laut yang jernih dan pantai yang putih, juga hutan alami yang mungkin bisa dibilang masih cukup perawan, aku juga melihat pohon-pohon berdaun berwarna-warni.. namun, aku juga menemukan banyak pohon tumbak.. jika dicermati ada sedikit sampah di antara akar-akar pohon yang tumbang tersebut.. Davin sempat menemukan capit kepiting, tampaknya ada yang pernah makan kepiting di Pulau itu..
Kami berjalan menyusuri pantai mengitari Pulau itu hingga ke bagian belakang.. dan, terlihat puing-puing reruntuhan bekas bangunan yang katanya dulu adalah Villa.. masihada peninggalan bantal juga.. katanya dulu hanya ada Villa itu di Pulau ini, namun akhirnya ditinggal pergi oleh penghuninya dikarenakan terlalu banyak tikus (yang katanya bersembunyi di bagian tengah hutan) dan juga peristiwa-peristiwa angker.. hmm.. membuatku jadi penasaran..
Sayangnya kami tidak punya banyak waktu, sehingga kami diminta oleh Pak Udin untuk segera ke ujung Pulau, tempat kapal anak-anak homestay tetangga menunggu.. kami disuruh menumpang naik ke kapal itu dan akan diantarkan ke kapal kami yang diparkir agak jauh dari pantai..
Ketika aku naik ke kapal, kulihat masih ada Davin dan Evelyn yang tertinggal, ditemani oleh mas Edi.. ternyata mereka sibuk mengumpulkan kerang remis yang bersembunyi di dalam pasir..
Tak lama kemudian, mereka tiba di kapal.. dan kami pun pergi meninggalkan Pulau Tikus menuju ke kapal kami..
Selama di kapal homestay tetangga itu justru rombongan kamilah yang heboh, padahal kamilah yang menumpang.. anak-anak homestay tetangga itu cukup tenang dan diam.. dan hanya tersenyum melihat tingkah laku kami yang konyol dan mungkin bisa dibilang sedikit tak tahu malu.. hehe.. kami cukup menguasai bagian belakang kapal dan juga kemudian sibuk berfoto ria.. ^^
Lalu kami pun tiba ke dekat kapal kami.. kedua kapal dirapatkan dan kami satu per satu meloncat ke kapal kami.. kami pun kembali pergi berlayar meninggalkan Pulau Tikus di kejauhan..
Kembali ke Pulau Pari..
Di kapal (lagi-lagi, untuk kesekian kalinya), teman-temanku memilih untuk tidur.. betapa damainya hidup mereka itu, punya banyak kesempatan untuk tidur, pikirku.. berbeda denganku yang sangat kurang tidur (bahkan dalam kehidupan sehari-hariku) dan sama sekali tak berminat ataupun berniat untuk tidur selama perjalanan laut itu.. aku pun kemudian duduk santai sambil menikmati pemandangan laut di bagian depan kapal.. sambil sesekali memotret pemandangan pulau dan laut yang kami lalui..
Setelah beberapa waktu perjalanan, aku melihat kembali Pulau Pari.. ternyata kalau diperhatikan, bentuk Pulau itu memanjang.. tidak seperti yang tergambarkan dalam peta yang agak melebar..
Ketika itu Widhagdo terbangun dan kami pun sempat berfoto-foto di tepi kapal.. Lalu tak lama kemudian aku melihat dermaga Pulau Pari dengan jelas.. merasakan menyusuri dermaga, yang tak kurasakan ketika kedatanganku kemarin ke Pulau itu.. dan dalam hitungan menit, kapal pun berlabuh di dermaga.. saat itu banyak orang berkumpul, kemungkinan para pendatang atau para pengunjung yang bersiap untuk kembali ke Jakarta, karena setahuku kapal untuk kembali ke Jakarta tersedia sekitar jam 1 siang.. dan saat itu juga kuperkirakan sekitar jam 1..
Siang hari di Homestay..
Kami pun kembali ke homestay, setelah berpesan kepada mas Edi, jika mungkin kami ingin menyewa sepeda.. Di homestay, makan siang sudah langsung disediakan oleh mas Edi dan kami langsung menyerbunya dan makan dalam diam.. lalu kutanya, “tumben diam”, dan ternyata semuanya sudah kelaparan.. haha.. dasar.. kami pun makan dalam diam sambil menonton film korea..
Bersamaan dengan acara makan siang itu, satu per satu dari kami bergantian untuk mandi.. dan setelah selesai makan siang, seperti biasa kami kami memilih untuk duduk-duduk di panggung kayu di bawah pohon sukun (lagi), sambil sebagian dari kami menunggu giliran untuk mandi..
Sebelumnya, aku sempat melihat seekor kucing hitam betina dan itu adalah kucing yang dibilang Davin bermata separoh, maksudnya warna matanya berbeda antara kanan dan kiri.. kucing itu jinak.. dia melihat ke arahku ketika kufoto.. tau saja kalau mau difoto.. :)
Sebelumnya, aku sempat melihat seekor kucing hitam betina dan itu adalah kucing yang dibilang Davin bermata separoh, maksudnya warna matanya berbeda antara kanan dan kiri.. kucing itu jinak.. dia melihat ke arahku ketika kufoto.. tau saja kalau mau difoto.. :)
Selama duduk-duduk sambil ngobrol di bawah pohon sukun itu, aku melihat bebek-bebek sedang jalan bergerombol dengan rapinya.. sama seperti sebelum-sebelumnya, namun belum berhasil mendapatkan fotonya karena bebek-bebek itu langsung menyebar seketika setelah didekati Widhagdo yang ingin memotretnya.. lalu ketika itu akulah yang mendekati bebek-bebek itu dan aku berhasil mengambil beberapa foto dengan posisi bebek-bebek itu masih berbaris rapi.. tak seperti Widhagdo, mungkin memang faktor wajah.. hingga bebek pun mengerti..haha ..
Kemudian setelahnya, kulihat anak-anak homestay tetangga sudah selesai mandi dan mereka serombongan pergi mengikuti Pak Udin, yang ternyata menuju ke LIPI.. ah, aku juga mau, tapi aku belum mandi.. lalu Pak Udin bilang agar kami segera menyusul mereka.. mas Edi juga menanyakan kira-kira jam brapa mau pergi..
Kulihat jam, sudah menunjukkan jam 2 siang.. setelah kupikir-pikir, aku belum mandi, lalu kubilang kepada mas Edi bahwa kami akan langsung jalan setelah aku selesai mandi (karena aku yang paling terakhir mandi), paling cepat jam setengah 3.. Selesai aku mandi kulihat sudah hampir jam 3, dan ketika kulihat ke belakang homestay, mas Edi sedang menunggu kami di panggung kayu hingga tidur-tiduran di sana.. mungkin terlalu lama menunggu, pikirku.. karena tidak enak membuat mas Edi menunggu lagi, aku segera bergegas dan juga meminta teman-temanku untuk segera bergegas.. kami akan pergi ke LIPI.. entah sudah kembali atau belum rombongan homestay tetangga, pikirku..
Kunjungan ke LIPI..
Dengan sedikit kecewa, namun juga agak tak peduli, kami pun berjalan kami menuju LIPI.. kami tak berhasil mendapatkan jatah sewa sepeda karena katanya sudah diborong oleh 60 orang pengunjung yang baru tiba hari itu.. ah, kalah cepat!! Mereka benar-benar makan tempat, pikir kami.. tapi ya sudahlah, jalan kaki juga seru, asalkan sinar matahari tak seterik seperti ketika kemarin siang aku, Davin dan Widhagdo bersama mas Edi ke sana..
Ramai-ramai berjalan kaki dengan santai menuju LIPI, melewati padang rumput dan pepohonan lebat di kiri dan kanan jalan yang kami lalui.. sore itu terlihat warna merah daun yang lebih indah dari kemarin..
dan kulihat lagi deretan bambu tempat menjemur rumput laut..
Tak lama kemudian kami berpapasan dengan rombongan homestay tetangga dan Pak Udin.. lalu mas Edi bertanya kepada Pak Udin, dan Pak Udin menjawab “bilang saja dari Pak Udin..” begitu.. ternyata untuk diijinkan masuk ke dalam lokasi LIPI..
Kami pun tiba di LIPI.. terlihat sebuah kompleks dengan mess-mess yang biasa disewakan untuk menginap, yang kutau harganya 75ribu/orang/malam.. “untung aku tak jadi menyewa di mess, jauh juga ternyata, terpencil pula”, begitu pikirku.. aku juga menemukan sebuah ruangan yang di tembok dekat pintu masuknya ada pelat batu bertuliskan “Gedung Stasiun Penelitian Pulau Pari”.. oh, disini toh kantornya..
Setelah mas Edi meminta ijin dan diijinkan, kami pun langsung memasuki lokasi tersebut.. terlihat sejumlah orang duduk-duduk di tamannya.. “ah, masih lebih bagus halaman blakang homestayku”, begitu pikirku.. di bagian belakang mess-mess berada terdapat pantai, namun pantai itu sempit dan agak kotor.. tidak menarik menurutku.. setelah aku mencari-cari, akhirnya kutemukan pintu masuk bertanda LIPI yang sebelumnya kulihat di Google.. dan ternyata posisinya ada di bagian belakang dari mess-mess itu..
Lalu kuajak teman-temanku untuk berfoto bersama, minta difotokan oleh mas Edi.. ketika itu mereka sedang asyik bermain di ranjang gantung di tepi pantai, dan kata Sarma “kita di sini saja ya sampai sunset”, lalu kubilang “boleh saja, tapi kita ke ujung jalan itu dulu..’ sambil menunjuk ke jalan di belakang pintu masuk LIPI..
Pintu masuk itu adalah pintu menuju ke dermaga LIPI.. jalan menuju dermaga itu sempit, dengan pohon-pohon di kiri kanannya..
Kami melalui jalan tersebut, berjalan berbaris satu per satu memanjang ke belakang.. di kiri jalan sempat kulihat kumpulan bibit mangrove yang sudah siap tanam.. namun di sekitarnya cukup banyak sampah..
Setelah melewati pepohonan rindang, pandangan di sekeliling kami berubah menjadi ke laut lepas.. di sekeliling jalan dermaga tersebut terdapat beberapa pulau-pulau (pantai pasir) kecil yang ada mangrove di atasnya, sama seperti yang di Pantai Pasir Perawan, mungkin bisa disebut dengan lagoon (aku kurang bergitu mengerti istilahnya) jika tidak salah..
Lagi-lagi aku yang awalnya berada di baris paling depan, sekarang tertinggal di paling belakang.. sebelumnya telah kupersilahkan mas Edi untuk berjalan terlebih dahulu mengikuti teman-temanku dan meninggalkanku yang sibuk dengan kamera di tanganku.. ini kebiasaanku, mungkin bisa dibilang agak buruk atau mungkin baik (aku tak tau), selalu memotret apapun yang kulihat disekelilingku, yang mungkin bagi orang lain itu tak penting.. ya, itulah aku.. gila motret..
Perlahan-lahan aku berjalan di jalan itu., cukup sempit, tak terawat dan sudah banyak yang rusak.. lalu aku berhenti.. kulihat Evelyn ditemani mas Edi duduk di pinggir jalan.. awalnya kukira Evelyn sudah capek jalan, dan ternyata jalan setelahnya rusak parah (hancur), membuat sulit untuk melangkah.. pantas saja dia tak mau melewatinya.. tapi aku tetap nekad dan melangkah dengan hati-hati.. lalu terus berjalan sambil memotret menuju ke tempat teman-temanku yang lainnya berkumpul..
Sesampainya di ujung, kulihat hanya ada ruangan sempit di sisi kiri.. tempat ini sungguh tak terawatt, sepertinya sudah lama tak digunakan, sama halnya dengan dermaga ini.. hingga aku pun bertanya-tanya, “lalu apa aktivitas LIPI selama ini? Dasar Indonesia, emang ga bisa dipercaya.. badan penelitiannya aja begitu.. ga serius..”.. sebelumnya aku juga mendapat informasi dari mas Edi bahwa dulu LIPI memiliki laboratorium, namun sudah tak beroperasi dan katanya sekarang akan diaktifkan lagi.. “tapi mana buktinya?? Tak tampak ada tanda-tanda aktivitas penelitian di sini.. tempat ini hanya seperti bagian pulau yang ditinggalkan oleh penghuninya..laboratoriumnya pun tak kelihatan.. sungguh mengecewakan..huh!!” padahal mulanya, sebelum datang ke Pulau ini, aku sempat berpikir untuk menjadikan tempat penelitian LIPI di Pulau Pari ini sebagai option tempat penelitian tesisku, namun tentunya aku harus belajar diving dulu sehingga aku pun mengurungkan niatku itu.. dan setelah melihat kondisinya, aku berpikir “untung ga jadi.. untung belum siapin apa-apa (proposal)”..sepertinya memang bukan tempat yang tepat untuk melaksanakan penelitian tesisku..
Di ujung dermaga itu kami hanya sempat berfoto-foto sebentar.. ketika itu matahari mulai tenggelam, warnanya pun mulai memerah..
Perjalanan dari LIPI ke Pantai Pasir Perawan..
Lalu kami memutuskan untuk kembali, ke Pantai Pasir Perawan..
Kami berjalan dengan santainya sambil bercanda-canda, paling sering membahas soal boiler dan kampung.. hingga dua orang kampung, Sarma dan Widhagdo beberapa kali berniat untuk membajak sepeda yang dikendarai orang-orang (boiler) yang berpapasan dengan kami.. konyol juga.. tapi itu sungguh menghibur.. hehe..
Kami pun sempat berfoto sebentar di tengah jalan di antara padang rumput dan pohon itu.. lalu mas Edi menyarankan kami untuk berjalan lebih cepat dikarenakan takut mataharinya keburu tenggelam.. kami pun mempercepat langkah kami, tak sempat berfoto-foto lagi..
Kami kemudian melewati rumah-rumah penduduk dan tiba-tiba dikejutkan oleh seekor kucing yang ukuran badannya tak normal, jauh lebih besar dari kucing lainnya.. kata mas Edi itu rajanya di situ, tak ada yang berani karena galak.. aku pun memotretnya, dan ketika itu si kucing memamerkan taringnya kepadaku.. hiii, seram juga.. kalau diperhatikan kucing itu mirip dengan Garfield.. hanya saja kepalanya kurang bulat (tapi itu sudah lebih bulat dari kucing lainnya).. dan ternyata kucing itu jantan, pantas saja garang.. kucing jantan di pulau itu tak ada yang bersahabat.. seperti yang sering lewat di depan homestay, sungguh sombong, tak mau disapa atau dipegang oleh manusia.. kucing pun bisa sombong.. -__-“
Selama perjalanan melewati rumah-rumah penduduk, aku sempat melihat beberapa rumah yang memiliki taman yang indah.. salah satunya sempat kufoto dengan terburu-buru..
Pemandangan itu baru kuperhatikan, atau lebih tepatnya baru terlihat dikarenakan ketika kami berkeliling pulau pada hari sebelumnya sudah malam hari sehingga suasana sekitar sungguh gelap dan tak kelihatan apa-apa dengan jelas.. di pulau itu hampir tak ada lampu jalan yang menerangi, sebagian besar cahaya berasal dari rumah-rumah penduduk dan itupun berWatt kecil.. hmm.. jadi ingat lampu di belakang homestay yang baru dipasang setelah kuminta kepada Pak Udin..
Haha ini bagian yang paling menarik, dari mulai foto lu yang lagi kusut, kerang remis, kunjungan ke LIPI, dan kucing sombong. Nice post!
ReplyDelete