Penjelajahanku pun berlanjut ke bagian belakang rumah.. dan kulihat temanku Sarma sedang duduk di panggung kayu (entah apa namanya dan bagaimana menyebutnya) yang bisa dipakai untuk tidur-tiduran, tepat di bawah pohon sukun dan menghadap ke pantai.. Aku pun segera menghampirinya dan ikut menikmati pemandangan laut..
Lalu aku tergoda untuk mencoba bermain air.. Bodohnya, aku lupa pakai sandal sehingga telapak kakiku jadi bengkak karena menginjak karang.. lalu aku juga belum ganti celana pendek sehingga lengan celana jeansku juga basah.. kebodohan di hari pertama..
Namun aku tak menyerah, aku langsung berlari ke rumah dan langsung mengganti celanaku dengan celana pendek dan memakai sandal anti air semacam sandal crocs.. aku pun kemudian berlari lagi ke pantai.. dan pastinya sambil membawa kamera waterproof milik temanku Widhagdo.. aku tak pernah lupa untuk memotret ataupun berfoto ria.. hehe
Kuajak Sarma untuk bermain di laut untuk berfoto-foto.. Kebetulan ada mas Edi yang akan dan sampai akhir setia menemani kami.. Pertama-tama kami berfoto di sebuah perahu di dekat pantai, lalu kami melanjutkan perjalanan ke tempat pohon-pohon mangrove berdiri, juga berfoto di
Mas Edi mendampingi kami sambil menjelaskan mengenai pohon mangrove yang ternyata akarnya sangat kuat dan usia bibit-bibit mangrove di sekitarnya.. Mangrove yang kecil seperti baru ditanam ternyata umurnya 3 tahun.. butuh waktu lama untuk menanam dan mengembangbiakkan mangrove.. Kami mencoba menaiki akar mangrove yang sudah besar dan tua, sempat memanjatnya juga dan memang akarnya sangat kokoh..
Sebelumnya, ketika berjalan dari pantai ke pohon mangrove kami juga menemui banyak bintang laut.. Pertama kali geli rasanya untuk memegangnya karena tampak tentakel-tentakelnya bergerak-gerak.. Namun setelah tau cara memegang yang baik dan benar, kami justru ketagihan..
Bintang laut yang kutemukan hanya sejenis dan sewarna.. berwarna kuning putih.. ternyata bintang laut tahan jika diinjak karena tubuhnya masuk ke dalam pasir.. tapi kalau keseringan diinjak juga bisa mati.. Lalu jika bintang laut tersebut dikembalikan ke air dengan tubuh terbalik, maka dia akan bergerak sendiri dengan lentur membalikkan tubuhnya ke posisi yang benar.. lucu sekaligus seram.. berbeda dengan bintang laut yang mati dan sudah kaku yang biasa kulihat selama ini..
Setelah asyik bermain dan berfoto bersama dengan bintang laut, kami melanjutkan perjalanan kami ke arah tempat penanaman bakau.. Mas Edi sempat menemukan dan menunjukkan padaku kerang bulu.. kerang yang memang berbulu-bulu di sekitar kulitnya.. aneh.. Selain itu juga ada bunga laut.. hijau menggumpal seperti kol.. Saat itulah temanku Widhagdo datang sambil berlari-lari dan langsung minta difoto di pohon mangrove.. -__-“ Selain itu, tampak dari kejauhan Synthia asyik bermain di air laut dekat pantai.. tampaknya sedang mencari kerang atau bintang laut..
Berjalan perlahan-lahan melewati tanaman-tanaman mangrove yang berusia tiga tahun, sambil berhati-hati melangkah karena takut akan menginjak ikan batu (ikan yang suka bersembunyi di balik batu karang) yang konon katanya bisa membuat kaki bengkak, juga berhati-hati agar tidak menginjak bunga dan bintang laut, kami berfoto-foto sambil mengamati sekeliling..
Tiba-tiba saja mas Edi memanggil kami, dan ternyata dia menemukan teripang yang sedang kebetulan keluar dari pasir.. Teripang biasanya keluar ketika malam hari dan makanannya adalah pasir.. Jijik melihatnya, apalagi ketika menyentuh tubuhnya yang ternyata empuk-empuk gimana gitu.. berlendir pula.. iiihh.. lalu teripang itu bisa memanjangkan tubuhnya dengan lentur lalu menyemprot-nyemprotkan semacam air yang kata mas Edi adalah getah dari dua lubang semacam titik mulut di bawah dua tonjolan titik putih yang berbentuk seperti matanya.. kalo diperhatikan lucu juga, tapi tetap saja menggelikan..
Aku pun kemudian mencoba memegangnya.. ketika kupegang, teripang itu memanjangkan badannya..geliii.. geli-geli jijik.. tapi seru.. haha.. lalu kemudian gantian widhagdo yang memegangnya.. kemudian Synthia dan Tjitra datang.. mereka bertanya “apa itu?” lalu ketika kusuruh untuk mencoba memegangnya, mereka berteriak kegelian.. tak berani memegang teripang itu, begitu pula dengan Sarma.. haha..
Kemudian kami berfoto-foto bersama tanaman mangrove dan perahu kecil yang kebetulan ada di dekatnya.. Pemandangan tempat tersebut sungguh indah.. segar.. ^^
Selesai bermain-main di air, kami pun duduk-duduk di panggung kayu di bawah pohon sukun.. Maunya masuk ke homestay, tapi ternyata dikunci..
Dua penghuni yang tertinggal di dalamnya, yaitu Davin dan Evelyn menghilang entah kemana.. Hingga akhirnya kami mendapatkan BBM dari Evelyn di HP Tjitra yang menyatakan bahwa mereka tersesat di antara pepohonan lebat yang tidak ada rumah dan manusianya..
-___-“ dimana itu?? Kami baru saja datang dan belum sempat keliling pulau.. please d.. Evelyn minta kami menyusul, tapi mana mungkin, bisa-bisa justru kami yang tersesat dan hilang.. doenkk!!
Akhirnya kami memutuskan menunggu sambil menikmati angin laut.. sambil melihat ayam, bebek, mentok berkeliaran di sekeliling kami.. Dan ditemukanlah, perbedaan antara ayam boiler dan ayam kampung.. yang selanjutnya, setelah mendengar cerita dari Sarma, menjadi istilah yang kami pakai untuk menyebut diri kami.. boiler berarti berkulit putih dan kampung berkulit hitam.. ini hanya sekedar untuk candaan saja.. haha
Di sekeliling kami juga terdapat banyak anak kecil yang sedang bermain-main, bersama dengan sepeda roda tiga mereka.. Namun, begitu didekati oleh Widhagdo, mereka langsung kabur ketakutan.. tak ada bedanya dengan ayam-ayam dan bebek-bebek itu.. -__-“ mungkin di wajah Widhagdo ada hawa-hawa setan, oleh karenanya semua yang melihatnya menjadi ketakutan.. hahahaha
Sejenak di Homestay..
Evelyn dan Davin akhirnya dapat kembali ke homestay dengan selamat.. Makan siang pun telah disiapkan oleh mas Edi.. Kami pun masuk ke homestay dan menikmati makan siang kami.. Porsi besar!! Ikannya berukuran besar dan digoreng dengan gurih sekali, entah ikan apa jenisnya.. Dilengkapi dengan sup sayuran, orek
Kami makan sambil nonton film
Berkelana di jalan setapak menuju LIPI
Selesai makan siang, sambil menunggu teman-teman yang lainnya selesai nonton film
Cuaca sangat terik, namun kami tetap melanjutkan berjalan kaki melewati pepohonan.. Kata mas Edi, itu adalah jalan menuju LIPI.. aku jadi bersemangat mengetahuinya.. Namun, panas terik itu sungguh membunuhku.. kulitku mulai memerah, terutama wajahku..
Di sepanjang jalan aku melihat
Melanjutkan perjalanan, sambil berbincang-bincang dengan mas Edi, kami akhirnya tahu mengapa air di kamar mandi tidak payau.. ternyata air tanah di Pulau Pari ini cukup bagus, hanya dengan menggali sedalam 1 meter maka sudah dapat diperoleh air tawar yang tidak payau..
Selama melanjutkan berjalan kaki, di sisi kanan kiri kami menemukan beberapa tempat menjemur yang terbuat dari bambu, dan menurut mas Edi tempat itu dulunya digunakan sebagai tempat untuk menjemur rumput laut.. Aku pun teringat informasi mengenai produksi rumput laut yang terkenal di Pulau Pari ini.. Namun ternyata rumput laut tersebut sudah tidak ada, sungguh mengecewakan.. penyebabnya adalah dua bulan lalu di tempat pengembangbiakan rumput laut, di samping dermaga, terkena limbah minyak dari kapal pengeboran minyak.. lautnya pun tercemar, dan rumput lautnya musnah.. ahh, mengecewakan!!
Tetap melanjutkan berjalan kaki, kami menemukan pondokan dari bambu.. kulihat di belakang pondok tersebut terdapat pantai.. aku pun mendekati pondok tersebut.. disana terdapat berbagai peralatan nelayan.. dayung, topi jerami, jala, dsb..
dan di bawah lantainya terdapat banyak lubang yang ternyata adalah lubang kepiting.. kata mas Edi, kalau malam hari bisa mancing kepiting di situ.. seru juga..
Lalu aku berjalan menuju pantai di belakangnya.. agak kotor, tapi bukan kotor karena sampah, melainkan karena penuh dengan kulit kerang dan cangkang keong.. di pantai itu tertambat perahu-perahu kecil yang tampaknya juga sudah tak terpakai, sama seperti peralatan di pondok bambu tersebut..
Cuaca makin terik dan akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke homestay karena merasa tak sanggup berjalan lagi, berhubung tempat LIPI masih cukup jauh.. Inilah nasib kalau tidak kebagian jatah sewa sepeda, wajib berjalan kaki!!
Sesampainya di homestay, ternyata film koreanya belum selesai.. ada beberapa seri ternyata..
-________-“ dan akhirnya kuberitahukan kepada teman-temanku, begitu satu film
Metode penceritaan yang keren sekali.
ReplyDeleteIrit kata dan ada gambarnya sehingga imajinasi pembaca bisa langsung kena.
Gambar-gambarnya juga bagus. Cerita yang membuat ke pengen kesono!