Eight Below

Eight Below

The Real World Adventurer..

"In this life, only the fool who always start the questions of life, moreover start their life mission and purpose of money. And once beginner ask where they get money, then they will be shackled by the constraints/obstacles. And almost certainly the answer is simply no money, can not and will not be" (Rhenald Kasali - Professor of University of Indonesia)

Wednesday, December 7, 2011

Catatan Sang Peneliti: Hari Kelima di Kalimantan Tengah..

Hari Kedua di Daerah Tambang.. (Kamis, 3 November 2011)

Subuh-subuh aku terbangun oleh suara Adzan.. dan kulihat pak Udin sudah bangun dan membiarkan pintu pondok terbuka.. udara dingin menyengat masuk ke dalam pondok dan aku pun semakin menggulung badanku.. lalu aku ingin melanjutkan tidur lagi karena masih mengantuk, dan ternyata pak Udin malah mengajakku ngobrol.. terpaksalah aku bangun dan tak memungkinkan untuk tidur lagi.. akhirnya aku memutuskan untuk ke pondok Ati untuk membasuh tubuh dan ganti baju.. pondok Ati paling lumayan karena di bagian belakangnya ada tempat untuk mencuci yang bisa ditutup walaupun tidak ada gentengnya.. disitulah aku membasuh tubuhku dengan air (masih dengan pakaian lengkap) dan kemudian berganti pakaian dengan ditutupi handuk-handuk.. lalu kemudian aku menggosok gigi, dan kurasakan air tanah yang mereka bilang bersih ternyata terasa ada kandungan besi (Zinc – Zn) nya.. segala hal yang ada di desa ini tidak layak.. sungguh menyedihkan.. :(

Selesai “mandi”, aku pun kembali ke pondok pak Udin.. aku bermaksud untuk mencharge hp dan ternyata listriknya mati.. di situ listrik susah, hanya ada malam hari katanya, dan itu dari panel surya yang entah daya tampung energinya seberapa besar, dan kurasa hanya sedikit sekali.. aku terlanjur menghabiskan baterai hpku untuk mendengar musik tadi malam.. jadinya sekarang baterainya sekarat d.. untungnya aku masih punya 1 hp lagi yang memang kugunakan untuk SIM card sementara selama di Kalimantan..

Lalu sambil menunggu jam 7 pagi, aku duduk-duduk di kursi di depan Pondok pak Udin sambil makan pop mie yang kubawa.. air panasnya kuminta dari Ati.. aku cukup pasrah dengan kualitas air disitu, berharap saja tidak kena penyakit perut.. Kemudian aku mengutak-atik hpku yang kugunakan untuk berkomunikasi.. dan.. entah salah memencet apa, tiba-tiba memori di micro-sd tiba-tiba terdelete, hilang smua d.. dan aku pun jadinya sedih.. ada beberapa foto lama yang belum aku pindah.. :(

Jam 7 pagi pun tiba, aku bersama pak Udin segera berkeliling Desa Aspai, diikuti oleh anaknya pak Udin yang berusia 20 tahun itu..

Pondok pertama yang kami kunjungi ternyata adalah pondok seorang penampung hasil tambang atau yang biasa disebut dengan Cukong.. pondoknya cukup besar dan ada warung kelontong disitu.. banyak orang, juga peralatan-peralatan berat yang adalah mesin-mesin untuk lanting..

Awalnya aku cukup deg-degan dan was-was kalau-kalau mereka memberikan respon negatif kepadaku yang ingin membagikan kuesioner.. ekspresi wajah mereka menunjukkan seperti curiga dan kaku.. tapi aku berusaha tetap tersenyum.. dan akhirnya dibantu anaknya pak Udin membacakan pertanyaan.. tapi ternyata dia pun tak bisa membaca dengan baik.. wah, penelitian ini akan lebih repot daripada yang kuduga.. mengisi kuesioner saja mereka tidak bisa.. dan akhirnya aku membacakan pertanyaan bergantian dari satu orang hingga ke orang lainnya.. anggap saja aku sedang mengadakan interview masal.. Para pekerja tambang dipanggil dan berkumpul disitu.. berbaris untuk kutanyai dan kudata.. matahari sangat terik hingga kulitku langsung terbakar, perih.. untungnya pertanyaan yang kuajukan cukup aman karena lebih ke kondisi ekonomi dan sosial mereka, walaupun ada yang berkaitan tentang hukum dan lingkungan tapi tak begitu sensitif sehingga mereka pun menjawab pertanyaanku tanpa ragu-ragu atau takut.. semula aku agak terganggu karena pak Udin ikut-ikutan menjawab pertanyaanku yang membuat orang yang sedang kutanyai mengangguk-angguk iya-iya saja setuju dengan pak Udin, dan akhirnya ku”marahi” pak Udin dengan sopan agar tidak ikut-ikutan menjawab karena itu akan membuat data semakin tidak valid..

Kendala lainnya yang kuhadapi selama pengisian kuesioner adalah sebagian besar dari mereka sepertinya tidak ingat tahun lahir ataupun usia anggota keluarga mereka.. masa umur sendiri saja tidak tahu, sehingga beberapa ada yang hanya berdasarkan perkiraan saja..

Lalu mengenai penghasilan mereka yang ternyata tidak tentu.. dalam sehari mereka bisa mendapat belasan ribu rupiah atau bahkan sama sekali tidak mendapat hasil.. sedangkan data yang kubutuhkan adalah data penghasilan per bulan.. akhirnya kukira-kira sendiri, kukalikan berdasarkan pendapatan per hari mereka..
Begitu pula dengan pengeluaran per bulan, ternyata mereka banyak nombok.. alias banyak hutang.. pengeluaran per bulan bisa 2x lipat dari penghasilan..

Kesimpulanku, dari segi ekonomi mereka termasuk kategori miskin, mengingat standar PBB untuk kategori miskin adalah penduduk yang memiliki pendapatan kurang dari US$2/orang/hari.. sedangkan mereka di bawah US$2 untuk satu keluarga yang terdiri dari 3 orang atau lebih.. aku heran bagaimana mereka bisa bertahan hidup.. pantas saja setiap hari mereka hanya makan mie, karena hanya mie lah yang paling murah.. Yang kaya hanyalah para Cukong yang berdasarkan pendataanku mereka berpenghasilan sekitar 15 juta per bulan.. gap nya terlalu jauh dengan para pekerja tambang itu..

Dari pendataan kependudukan, sebagian besar dari mereka ternyata adalah pendatang dan asalnya adalah dari Probolinggo.. segerombolan orang Probolinggo datang jauh-jauh ke Desa Aspai ini untuk menambang dikarenakan diajak oleh salah seorang yang berasal dari daerah yang sama yang sudah bertahun-tahun berada di situ..

Menurut mereka hidup mereka di sini sangat susah, pendapatan sangat kurang dan tidak nyaman dengan tempat tinggal juga kondisi lingkungan di sekitar, tetapi mereka terpaksa.. mau tidak mau katanya.. mungkin memang lebih baik jika nantinya mereka kembali ke kampung halaman mereka saja.. menurut pendataanku, mereka baru 2 bulan di desa ini.. sepertinya benar informasi yang kuperoleh ketika di Balai yaitu bahwa para penambang ini sengaja didatangkan oleh Cukong-cukong untuk menambang, dan biasanya tak bertahan lama karena selalu berganti orang baru tiap beberapa bulan sekali.. kemungkinan mereka dibohongi dengan janji palsu..

Selesai mendata di pondok itu, aku dan pak Udin melanjutkan perjalanan berkeliling desa.. sebelumnya kau diberi sekaleng Sprite oleh ibu Cukong.. lalu kami ke daerah lubang hantu yang masih termasuk desa Aspai.. entah bagaimana mereka membedakannya.. bagiku semaunya tampak sama karena daerah itu hanyalah padang gurun dengan pondok-pondok atau bisa dibilang gubuk-gubuk yang serupa.. jika berjalan seorang diri mungkin aku tidak akan tahu jalan pulang..

Setelah berkeliling dan mendata dari pondok ke pondok, melalui genangan-genangan air, aku bersama pak Udin kembali ke pondok pak Udin, dan menunggu siang hari untuk pergi ke Desa Hampalam..

Namun ternyata pagi itu kemudian hujan yang terus tak berhenti malah semakin deras hingga siang.. Jam 2 siang, saat yang semula direncanakan untuk pergi ke Hampalam, masih juga hujan.. Aku berteduh di depan pondok tetangga pak Udin yang berada tepat di depan pondok Ati.. pondok itu lebih besar dan lebih bersih sehingga sedikit lebih nyaman ketimbang ketika di pondok pak Udin..

Aku duduk menunggu hujan reda.. kemudian datanglah si bapak penjual pentol.. beliau orang batak yang juga merantau dan berjualan pentol di desa-desa sekitar situ dengan menggunakan motor.. cukup bawel juga si bapak sejak kemarin aku datang beliau banyak mengajak ngobrol..



lalu tiba-tiba aku diberinya 2 tusuk pentol.. kukira pentol yang dijualnya itu apa, dan ternyata adalah semacam bakso tanpa kuah, ditusuk sate dan satu tusuk berisi 3 pentol kemudian diberi saos.. aku mau membayar tapi beliau tidak mau menerima uangku.. satu tusuk pentol dijualnya seharga seribu rupiah, namun rasa kaldu sapinya cukup terasa, tidak hanya rasa tepung saja.. Aku makan dalam diam sambil memandang langit, berharap hujan cepat berhenti..


Selesai menghabiskan pentol, aku kembali ke pondok pak Udin untuk mengambil minum di tasku.. lalu aku diajak menantu pak udin yang cewek untuk lihat-lihat orang jualan baju di pondok sebelah.. aku lihat sekilas bajunya terlalu kedesa-desaan semua sehingga membuatku tak tertarik.. aku tidak akan mau memakai baju yang semacam itu.. lalu aku pun pergi ke pondok tempat duduk-dudukku sebelumnya, dan mengelus-elus kucing dalam pangkuanku..itulah kegiatan yang bisa aku lakukan selama di desa penambang, yaitu bermain-main bersama kucing.. dari mengelus-elus, melerai kucing-kucing jantan dan gemuk yang mau berkelahi, mengganggu kucing tidur, dsb.. sungguh kurang kerjaan.. -__-"

Karena hujan tidak berhenti-berhenti dan hari semakin sore, akhirnya aku meminta pak Udin untuk langsung berangkat saja, nekad naik perahu menuju ke pos Kole dengan menggunakan jas hujan dan membawa semua tas bawaanku.. rencananya nanti mau menginap di pos Kole saja setelah kembali dari Hampalam..

Setibanya di pos Kole masih saja hujan.. di depan pos ada si pak TNI yang waktu itu mengajakku bicara dan memintaku untuk mampir ke dalam pos.. saat itu beliau sedang duduk-duduk seorang di depan pos, dan ternyata tujuannya adalah mendapatkan sinyal hp.. TNI yang lain sudah berangkat ke lokasi reboisasi sehingga beliau sendirian yang menjaga pos..

Pos Kole yang katanya lebih baik dan sudah ada jamban, ternyata juga tidak memiliki WC.. dan yang dimaksud dengan jamban ternyata adalah semacam tangkringan dari batang-batang kayu untuk buang air besar yang di bawahnya adalah kubangan dan hanya ditutup terpal sedikit, dan lokasinya agak masuk ke tengah hutan tapi bisa dilihat dari jendela pos.. aku yang ketika itu sudah tak tahan untuk buang air kecil terpaksa pergi ke sana sambil membawa segayung air dari pos.. ahh.. disini juga susah tapi masih lebih mendingan daripada di Desa Aspai..

Aku berteduh di pos Kole sambil menunggu hujan reda.. rencananya kalau hujan sudah reda barulah pergi ke Desa Hampalam..jika sampai sore tidak reda juga, penelitian akan dilaksanakan besok paginya saja..

Kemudian pak Udin pergi sebentar ke Desa Banit untuk melihat apakah pak Sahidin yang katanya mau datang sudah ada atau belum.. aku tetap berteduh di pos bersama si pak TNI..

Pos Kole memang pondok tapi cukup nyaman, terang dan luas.. bagian dalamnya seperti rumah kayu sederhana, cukup bersih dengan banyak matras dan bantal guling.. terasa lebih hangat walaupun di luar dingin.. rasanya aku bisa tertidur jika terus bengong sambil menempel di bantal di depan jendela.. udaranya terasa adem ayem, mungkin karena hujan.. suasana di hutan memang berbeda dengan di desa tambang.. lebih nyaman di hutan walaupun sama-sama tidak ada fasilitas.


Pos Kole ini sudah masuk kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), kan pos jaga.. di hutan belakangnya katanya ada monyet liar dan juga ular, nanti kalau hujan reda aku ingin mencoba mampir ke sana.. di situ pula tenda-tenda para pegawai yang bertugas untuk reboisasi berada..


Tak lama kemudian, pak Udin kembali.. ternyata pak Sahidin masih belum datang.. dan lalu ada TNI lainnya yang datang menjemput si pak TNI yang tadi nongkrong di depan pos.. mereka pun pergi ke tempat reboisasi.. entah mengapa pos Kole dijadikan tempat untuk menyimpan segala keperluan reboisasi, mulai dari bibit pohon hingga material untuk membangun pondok.. mungkin juga karena pos itu yang terdekat dengan wilayah reboisasi.. tapi katanya para TNI itu akan menginap di Desa Hampalam yang langsung berseberangan dengan lokasi reboisasi di kawasan TNTP..



Kemudian pak Udin membuatkanku teh manis hangat, cocok dengan kondisi udara yang dingin-dingin sejuk di tempat itu.. Selang beberapa saat kemudian, anak pak Udin, si ati dan suaminya datang memberi kabar bahwa ada saudara iparnya yang meninggal.. tapi pak Udin tidak bisa meninggalkan aku  sendiri karena tidak ada orang lain yang menjaga, lain hal jika ada pak Sahidin.. dengan demikian pak Udin hanya menitipkan ucapan belasungkawa saja, lalu Ati dan suaminya pun kembali ke Desa Aspai..

Kemudian datanglah 2 orang dari 16 orang pegawai petugas reboisasi dari hutan di belakang pos.. mereka membantu pak Udin memperbaiki panel surya.. malam hari di pos Kole terancam tidak ada lampu.. aduh.. mengenaskan nasibku..

Hari mulai sore, dan hujan pun mulai berhenti.. Sekitar Jam 6 sore aku dan pak Udin pergi ke Desa Hampalam.. Tas ransel baju kutinggal karena kukira akan kembali untuk menginap di situ..

Suasana ketika perjalanan sungai semakin mencekam.. langit semakin gelap dan tercium wangi kemenyan yang mencolok.. aku sudah cukup ngeri dan merinding ketika itu.. apalagi rasanya perjalanan ke Desa Hampalam cukup jauh.. dan, ketakutanku bertambah ketika perahu yang kunaiki sempat berhenti karena tersangkut dahan-dahan yang hanyut dan menutupi jalur sungai.. selain takut buaya, aku juga merinding karena wangi kemenyan yang kukira adalah tanda bahwa banyak makhluk halus di situ mulai muncul, dan ternyata wangi itu berasal dari bunga tumbuhan rawa (bakung).. Sesampainya di Desa Hampalam sudah malam dan situasi sekitar sudah sangat gelap..



Ketika di desa itu, aku dan pak Udin langsung ke sebuah warung yang katanya pemiliknya berasal dari Jakarta, seorang nenek berusia 60an tahun.. katanya nenek itu sudah tinggal di situ sekitar 13 tahun.. dan juga baru saja adiknya dan cucunya menyusulnya ke situ.. di warung itu kami duduk bersama para penambang dan berbincang-bincang.. lagi-lagi mereka menggunakan bahasa Kumai.. aku memang tidak mengerti bahasanya, namun terkadang aku bisa sedikit menangkap isi pembicaraan mereka.. intinya pak Udin sempat memperingatkan bahwa besok akan ada sekelompok TNI yang datang untuk patroli, sehingga jangan sampai ada penduduk yang menambang di seberang (di kawasan Taman Nasional).. wah, kong kalikong juga nih.. PAM Swakarsa tapi kurang tegas.. hanya memperingatkan ketika ada tim patroli yang akan datang, bukannya benar-benar melarang..

Dan, ada seseorang yang kelihatan menonjol di situ, tampaknya tokoh masyarakatnya atau mungkin yang memiliki kekuasaan di desa itu.. bisa jadi dia adalah Cukongnya..

Sambil mengisi kuesioner, yang tadi kukira bos disitu ternyata sambil curhat kepadaku mengenai kondisinya.. selain itu, aku juga ditakut-takuti soal buaya dan hantu yang membuatku semakin merinding dan menjadi sama sekali tak berniat untuk kembali ke pos Kole..  disitu juga ada para TNI yang bertugas untuk reboisasi, salah satunya yang tadi sempat bertemu denganku di pos Kole..

Kemudian aku mengikuti saran para TNI tersebut untuk menginap.. sebelumnya pak Udin nekad mau kembali ke pos Kole, tetapi aku tidak setuju.. Apalagi tadi sore saja sudah sempat terhambat karena perahunya tersangkut kayu-kayu, apalagi malam hari tentu saja akan lebih berbahaya.. kulihat jam, sudah jam 10 malam.. pantas saja udara begitu dingin..

Yang membuatku senang adalah di desa itu aku bisa numpang mencharge hpku.. Selain disuguhi minuman kemasan, aku juga ditawari untuk menginap oleh beberapa orang, yaitu ibu penambang yang kutemui di hari pertama di Desa Banit, lalu nenek pemilik warung walaupun kamarnya penuh barang sehingga aku tidak jadi menginap di pondoknya.. tapi aku sempat numpang buang air kecil di belakang pondoknya yang terbuka, untungnya malam hari tapi aku agak ngeri karena di situ benar-benar gelap..

Akhirnya pak Udin mengalah dan memutuskan untuk menginap juga.. beliau akan menginap di pondok orang yang tadinya kukira bos di situ, yang ternyata adalah adik ipar pak Udin.. dan aku memilih untuk menginap di pondok yang menjual mie.. di pondok itu ramai karena ada karaoke.. si mbak pemilik pondok itu menggunakan genset..pondoknya lumayan bersih dan enak untuk tidur jika dibandingkan pondok pak Udin..
Aku langsung tertidur lelap tapi sempat terbangun karena ibu yang dari Desa Banit itu menawariku makan malam dan makan pagi untuk besoknya, tapi aku terlalu lelah sehingga kubilang untuk tidak perlu repot-repot..

Lalu tengah malam karaoke selesai dan aku terbangun, kemudian banyak mengobrol dengan si mbak pemilik pondok.. namanya Yuli, dr Kumai.. anak-anaknya di Kumai, suaminya sudah meninggal karena diabetes.. dia sempat menunjukkan kepadaku foto-foto anak-anaknya dan juga foto dirinya ketika di Kumai.. lalu pasangan suami istri pemilik warung sembako di pondok sebelahnya, tempat  tadi aku dan para TNI menumpang mencharge hp ternyata adalah kakak kandungnya.. Mbak Yuli tinggal di Desa Hampalam hanya untuk jualan, ada mie dan bahan-bahan kebutuhan rumah tangga.. di kumai rumahnya sudah lumayan modern karena ada WC segala.. katanya anaknya kalau mampir ke sini hanya betah paling lama 2 hari lalu kembali ke Kumai..  ya memang, di desa penambang seperti ini memang sama sekali tidak nyaman..

Setelah capek ngobrol, mbak Yuli pun tidur.. aku pun memutuskan untuk melanjutkan tidur tapi ternyata tidak bisa nyenyak lagi, mungkin karena sudah terlanjur bangun.. lalu tempat tidurku menjadi semakin sempit karena posisi tidur mbak Yuli yang semakin melebar, belum lagi si mbaknya mengorok dan sangat menempel dengan tubuhku.. udara dingin, selimut tipis dan harus berebut dengan mbak Yuli.. tapi lama-kelamaan aku pun terlelap lagi.. kali ini aku tidur tanpa menggunakan headset, untungnya tidak terdengar suara-suara aneh..

No comments:

Post a Comment