Eight Below

Eight Below

The Real World Adventurer..

"In this life, only the fool who always start the questions of life, moreover start their life mission and purpose of money. And once beginner ask where they get money, then they will be shackled by the constraints/obstacles. And almost certainly the answer is simply no money, can not and will not be" (Rhenald Kasali - Professor of University of Indonesia)

Monday, December 19, 2011

Catatan Sang Peneliti: Hari Keenam di Kalimantan Tengah..

Beralih dari daerah Tambang ke Stasiun Penelitian Hutan Tropis.. (Jumat, 4 November 2011)

Pagi-pagi sekali si mbak Yuli sudah bangun dan aku pun jadi terbangun tapi masih malas beranjak dari tempat tidur.. Mbak Yuli terlihat sibuk ke sana kemari, memasak air panas dan menyiapkan  keperluan untuk mandi.. Dia melihatku sudah bangun dan kemudian memberiku susu kental manis hangat dan  biskuit-biskuit.. Lalu dia mandi sementara aku makan.. Hpku yg dicharge sudah ada, katanya dikirim, entah mungkin subuh-subuh atau tadi malam..

Setelah mbak Yuli selesai mandi, bergantian giliranku yang mandi.. Aku disuruh ambil sendiri shampoo saset dan sikat gigi.. ga usah bayar katanya.. Berhubung aku tak membawa tas ransel yang berisi baju-baju, yang kutinggal di Pos Sei Kole, maka aku terpaksa menggunakan handuk milik mbak Yuli dan tak ganti baju..

Untuk mandi awalnya aku disuruh mbak Yuli menggunakan sarungnya, tapi sarung itu sudah basah dan aku tak bisa menggunakannya.. apalagi juga tidak ada kamar mandi, hanya ada ruangan bambu setengah terbuka di belakang pondok.. jadi terpaksa lagi-lagi aku hanya membasuh tubuhku saja dengan air..

Setelah beres, aku lalu mendata mbak Yuli dan mengisikan kuesioner atas namanya.. kemudian, karena sudah dipanggil-panggil oleh pak Udin, maka aku langsung bergegas ke warung tempat nongkrong kemarin malam.. dan, lagi-lagi aku tersiksa oleh asap rokok.. Di warung itu aku disediakan makanan pagi indomie goreng, tapi sayangnya kebanyakan air.. :(

Selesai makan dan pak Udin membayar kepada ibu pemilik warung, aku diajak berkeliling Desa Hampalam untuk mendata para penambang dengan kuesioner.. 


Sebagian besar penambang di Desa Hampalam ini ternyata berasal dari Demak, lagi-lagi Jawa.. tapi bedanya, di Desa ini tingkat penghasilannya masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan di Desa Banit.. setiap penambang rata-rata memperoleh penghasilan per bulannya masih di atas 1 juta rupiah.. masih lebih baik..

Kemudian setelah penambang di Desa itu tampaknya sudah semuanya didata, pak Udin mengajakku naik ke perahu, katanya mau ke Desa Pasir Hitam tapi ternyata ketika tiba di lokasi, daerah tersebut masih termasuk Desa Hampalam.. dan, di tempat tersebut lagi-lagi aku dijodohkan dengan seorang penduduk asal Kumai yang berusia 27 tahun.. wew.. kenapa ya aku selalu jadi korban? -___-“

Selesai mendata, aku sudah lelah.. dan aku memilih untuk kembali ke Pos Sei Kole dibandingkan melanjutkan perjalanan ke Desa Pasir Hitam yang jalur sungainya penuh dengan buaya berukuran 10 m.. hiii…


Dalam perjalanan melalui jalur sungai yang sama seperti kemarin sore, lagi-lagi perahu yang kunaiki tersangkut kayu-kayu yang hanyut.. tapi kali ini lebih parah karena kayunya lebih banyak sehingga menyangkut hingga ke lambung perahu.. Pak Udin dengan susah payah, hingga naik ke kayu lanting yang ikut hanyut untuk menjauhkan perahu dari kayu-kayu tersebut.. 


Kupikir, benar kan keputusanku kemarin malam, jika mengikuti kata Pak Udin akan lebih berbahaya apabila perahunya tersangkut.. di malam hari suasana sungai sangat gelap, tidak ada cahaya, tidak kelihatan apa-apa.. bisa jadi ada buaya di sampingku dan aku tak menyadarinya.. 

Di Pos Sei Kole aku hanya mampir sebentar untuk mengambil tas ransel milikku, dan Pak Udin mengambil perlengkapan mandinya dan juga baju-bajunya yang juga sama sepertiku ditinggal di pos itu ketika kemarin pergi ke Desa Hampalam..

Sebelum naik ke perahu, kusempatkan untuk berfoto-foto, menggunakan topi safari bertuliskan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) yang ternyata milik Pak Udin, dan yup, kulitku sudah menjadi sangat hitam..uhh.. 



Selesai berfoto, kemudian kami kembali ke Desa Aspai karena Pak Udin mengejar waktu untuk Sholat Jumat..

Di Aspai aku jadi lebih diam, aku sedang malas bergaul.. Aku hanya duduk termenung di kursi di depan pondok Pak Udin sambil mendengarkann musik, bengong.. Aku juga sempat mengantuk sampai memejamkan mata, ketiduran sebentar..

Di siang hari itu sangat silau.. mungkin karena tidak ada pohon dan sekelilingku hanyalah gurun pasir.. mataku jadi terasa perih, bisa rusak jika terus berada di situ.. jika masuk ke dalam pondok, terlalu gelap, mataku juga akan rusak..


Sholat jumat terasa berisik sekali, kebetulan pondok Mesjidnya berada tepat di depan pondok Pak Udin.. jadinya suara lagu yang kudengarkan dengan headset aku besarkan juga untuk meredam suara speaker dari Mesjid.. aku tak peduli jika baterai Hpku habis, masalahnya aku cukup pusing mendengar suara speaker itu..

Sebelumnya aku sudah bilang kepada Pak Udin bahwa ke Pondok Ambungnya hari ini saja, agar Pak Udin bisa langsung ke Kumai untuk melayat saudara iparnya yang meninggal itu.. Terus terang aku juga sudah tidak betah dan tak berniat untuk menginap di desa itu lagi malam ini..uhh..aku sungguh merasa tersiksa..

Selesai Sholat Jumat kubilang kepada Pak Udin untuk menggunakan Speedboat saja untuk ke Pondok Ambung.. memang biayanya bahan bakarnya lebih mahal, tapi bisa lebih cepat untuk tiba di Pondok Ambung, lebih menghemat waktu.. Untuk bahan bakarnya kata Pak Udin 300ribu.. tapi  aku curiga masa semahal itu, dan akhirnya kutanyakan perinciannya.. katanya bensin 5 Liter x 8 ribu = 40 ribu, ditambah minyak tanah 20 Liter x 8 ribu = 160 ribu, lalu oli 30 ribu.. total 230rb.. selesai menghitung, aku langsung memberikan uangnya kepada Pak Udin dengan sebelumnya aku berbicara agak keras.. Aku bilang kepadanya, mahal tidak apa-apa yang penting aman.. lebih baik dicegah daripada kejadian.. masalahnya Pak Udin terlalu meremehkan alam.. memang beliau sudah lama tinggal di sana, tapi bukan berarti boleh seenaknya meremehkan alam.. 

Beberapa jam berlalu dan trnyata Speedboatnya rusak, tidak bisa diperbaiki.. dan, akhinya terpaksalah aku menggunakan perahu alkon tapi yang berukuran sedikit lebih besar dari yang kugunakan kemarin-kemarin.. perahu ini masih bisa menampung 5 orang.. untuk bahan bakarnya lebih murah dari Speedboat, hanya membutuhkan bensin 10 Liter = 80 ribu.. lalu aku bertanya-tanya, uang bensin sebesar 50 ribu yang kemarin kuberikan untuk Pak Udin itu untuk berapa liter? Jika 1 liternya = 8 ribu, maka dapat 6 Liter dan sisa uang kembalian 2 ribu.. ok lah.. masih masuk akal untuk bahan bakar selama berkeliling desa tambang kemarin.. 

Lama perjalanan menuju Pondong Ambung katanya sekitar 1,5 jam.. lalu tanpa menunggu lama, aku pun segera berangkat.. selain pak udin, jug ada anak pertamanya yang gemuk yang saat itu bertugas mengendalikan motor perahunya..


Aku berkali-kali berusaha menghindar dari Pak Udin yang sebelum-sebelumnya minta nomer Hpku.. aku tak mau diganggu.. belum lagi diledek terus mengenai aku yang belum menikah.. aku kan orang kota, bukan orang desa yang mikirnya cuma nikah.. umur belasan tahun sudah punya anak, mau dikasi makan apa keluargaku.. masa asal badan gede, dibilang sudah saatnya nikah..ckckck.. orang desa memang tidak berpikir panjang ke masa depan.. hidup seperti mereka itu sungguh menderita, hanya saja mereka sudah terbiasa sehingga bisa bilang nyaman.. aku tersiksa.. belum lagi makanannya sama sekali tidak bergizi, hanya ada nasi dan mie, tiap hari seperti itu.. ditambah lagi juga tidak ada air bersih.. uhh..

Di perjalanan menuju Pondok Ambung, tampak suasana di kiri kanan sungai semakin asri.. lalu sampai ke belokan Muara Ali, air sungainya tampak hitam.. kata Pak Udin itu karena masih bersih dan airnya bisa diminum.. aku tidak akan mau minum air dari situ.. walaupun tebakanku kandungan mineralnya tinggi, sehingga warnanya menjadi hitam, tapi bukan berarti air sungai itu bebas dari bakteri E-coli.. ketika di tempat Pak Udin saja aku minum Aqua yang aku bawa.. mereka minum air sungai yang tanpa dimasak.. warna airnya jelas-jelas kuning tapi dibilang bersih.. aku ini insinyur lingkungan, jadi aku sangat tau mengenai kualitas air walau hanya dengan melihatnya saja.. dari fisik sudah jelas, apalagi kimiawi dan biologisnya, sudah bisa diduga..


Sungai di Muara Ali tampak lebih mencekam.. mungkin karena warnanya yang gelap..airnya lebih kuning..dan sungainya lebih dalam.. namanya saja Muara.. sekelilingnya adalah rawa-rawa.. dan katanya disitulah pernah terjadi kasus seorang turis bule dimakan buaya..  



Lalu aku melihat ke atas, di langit terlihat semacam burung berukuran besar yang sedang terbang melintas.. tapi anehnya sayap burung itu tampak agak transparan.. dan ternyata, itu bukanlah burung melainkan kalong (kelelawar berukuran besar).. hmm, tampaknya kalong itu ukurannya tak normal, lebih besar dari yang umumnya ada.. di hutan ini memang luar biasa..


Saat itu perahu yang kunaiki sempat berpapasan dengan kelotok turis.. ada 2 kelotok dan kulihat mewah juga.. kelotok itu adalah perahu besar dan bertingkat, ada meja makan, tempat tidur dengan kelambu dan terpal, juga ada kamar mandi.. dan turisnya semua bule.. kelotok itu selain ukurannya besar, juga tinggi dari permukaan air, jadinya sudah pasti jauh lebih aman.. berbeda sekali jika dibandingkan dengan perahu kecil yang kugunakan untuk kemana-mana..sekali goyang ataupun bocor, tamat sudah riwayatku.. :(



Tak lama kemudian, sampailah di Dermaga Pondok Ambung.. ketika itu langsung ada 3 orang laki-laki yang menyambutku.. yang 2 kutau Mas’ud dan temannya, Ari.. yg satu lagi entah siapa, tampaknya petugas di Pondok Ambung..



Aku pun mencoba berdiri, perahu sempat goyang.,. lalu aku naik ke dermaga dengan tangga.. Aku senang, karena tampaknya di situ lebih baik.. selain asri, tak bikin dehidrasi seperti di daerah tambang dan juga tampak pondok-pondok yang lebih mirip rumah..

Aku pun berjalan melewati jembatan dermaga ke arah pendopo.. lalu berkumpul dengan yang lainnya.. Pak Udin dan anaknya ikut, nimbrung ngobrol sebentar.. lalu aku mengantarkan mereka pulang sampai ke dermaga.. Hari sudah sore.. tadi cukup sakit juga kakiku, bersila selama 1,5 jam di perahu.. kebas..


Di pendopo, aku lalu ngobrol-ngobrol dengan Mas’ud dan Ari, juga seorang lagi yang ternyata pegawai TNTP, biasa dipanggil bang Awi.. Mereka menjelaskan kepadaku bahwa di Pondok Ambung ini ada kamar, juga kamar mandi dan dapur, juga ruang makan.. 


Lalu Ari membuatkan kopi yang sudah dicampur dengan pasak bumi.. kami semua harus meminumnya.. katanya pasak bumi itu untuk anti malaria, dan mencabutnya di tengah hutan membutuhkan tenaga yang besar, 3 orang saja masih tidak kuat.. Aku langsung senang, tampaknya di sini jauh lebih baik.. dan kuceritakan bahwa aku sudah 3 hari tak mandi.. >.<

Lalu kami berkumpul di perpustakaan, yang sekaligus ruang kerja.. kami menonton film dari HDD Mas’ud.. di sini ada listrik yang menggunakan panel surya juga aki.. senangnyaa..

Hanya saja di sini lebih tak ada sinyal.. sinyal Hp hanya bisa diperoleh dengan meletakkan Hp di sebuah kotak kayu yg tersambung dengan kabel ke antena.. kotak kayu itu hanya ada di pendopo, ruang kerja dan kamar, tapi yang di ruang kerja sepertinya rusak..


Hari pertama aku belum berhasil mendapat sinyal, kata mas’ud sepertinya masih penyesuaian karena dia pun juga demikian ketika di hari pertama di Pondok Ambung..

Malamnya aku ikut mereka untuk penelitian Tarsius.. sebelumnya aku menaruh barang-barang bawaanku di kamar.. di Pondok Ambung ada 1 pondok yang terdiri dari 4 kamar, dan pondok itulah yang biasanya digunakan untuk para peneliti yang datang ke tempat itu.. Dalam 1 kamar ada 2 ranjang dan juga ada lemari.. kamarnya cukup luas.. wahh.. enaknya.. aku sudah 3 hari merindukan kasur.. hiks hiks.. 


Selain pondok itu, juga ada 1 pondok lagi yang terdiri dari 2 kamar, yang merupakan kamar-kamar pegawai Pondok Ambung..


Sebelum kami berangkat ke hutan, aku minta bang Awi untuk mengantarkanku ke wc berhubung lokasinya agak masuk hutan dan jalannya juga gelap sehingga harus menggunakan senter..

Lalu setelahnya, aku pun ikut ke hutan, Ari menyarankanku untuk menggunakan kaos kaki agar tak kena pacet, semacam lintah tapi berukuran kecil.. Ari yang pernah digigit, telapak kakinya berlubang dan berdarah tak berhenti-berhenti hingga 1 jam..

Di dalam hutan, aku berjalan di tengah di antara mereka, mereka di depan belakangku, katanya agar aku tak hilang.. Aku ikut kemana pun mereka pergi, membawa senter dan akhirnya ikut-ikutan mencari Tarsius di pohon.. awalnya aku sempat takut jika mengarahkan senter ke atas pohon.. Sering kali sejak aku kecil banyak orang bilang jangan melakukan hal tersebut karena di atas pohon bisa saja ada kuntilanak.. hiii.. tapi beruntung aku tak melihat hantu sama sekali ketika itu..

Setelah sekitar 1,5 jam berjalan di tengah hutan, kami masih belum berhasil  menemukan Tarsius.. Kami malah menemukan burung tidur membulat berlindung di bawah daun, total 3 ekor.. Burung yang pertama, ditoel pun tak bangun, 


burung yang kedua bangun tapi tidak terbang, 


dan yang ketiga bangun dan langsung terbang ketika menyadari keberadaan kami..


Kami juga menemukan berbagai jenis jamur.. ada yang menempel di batang pohon dan berasap, ternyata menebarkan sporanya.. 


Kata Ari dia sudah menemukan belasan jenis selama di Pondok Ambung.. aku tak jeli seperti mereka, yang kulihat hutan ini gelap, aku tak bisa melihat apa-apa tanpa senter.. dan, aku baru melihat burung, juga jamur setelah ditunjukkan oleh mereka..

Ketika berjalan, masih di hutan, sempat tiba-tiba bang Awi dan Mas’ud yang berada di depanku tiba-tiba lari dengan kencang, kukira ada apa, mungkin ada bahaya.. dan ternyata, gerombolan semut berukuran besar sedang melintas dan kalau digigit rasa sakitnya bukan main.. aku terkena  gigitan 2 ekor semut dan rasanya sakit juga..

Sesampainya di pondok, aku disarankan untuk memeriksa kakiku apakah kena pacet atau tidak, hingga di balik kaos kaki dan celana panjangku.. untung saja tidak ada..

Si Ari terkena pacet lagi di kelingking kaki kanannya.. darahnya mengalir tak berhenti hingga sejam berikutnya.. padahal sudah diberi obat dan juga dibalut tissue basah.. awalnya memang tidak terasa perih, tapi kemudian lama-lama terasa sangat perih.. ternyata pacet itu menghisap Vitamin K dalam darah manusia yang berfungsi untuk pembekuan darah..

Menu makan malam hari itu adalah nasi dengan mie pedas.. kata mereka, mie itu sudah tak begitu pedas jika dibandingkan dengan yang tadi pagi, yang saking pedasnya hingga membuat mereka semua menangis..

Setelah makan, kami mengobrol sebentar, kemudian si Ming-ming (kucing jantan berbulu putih belang) naik ke atas kakiku dan tidur sambil membulatkan badannya.. tampak seperti nyaman sekali.. dasar kucing manja, padahal jantan..ckckck


Kemudian saatnya tidur, aku bawa Ming-ming ke kamar, lalu aku pun tidur sambil membiarkan laptopku menyala.. Namun, tidurku sempat beberapa kali terganggu karena Ming-ming maunya menempel terus kepadaku.. Headset dan tissue yang kugunakan, dibuat main dengan tangannya.. tapi akhirnya, tidurku lumayan nyenyak juga.. di dalam pondok kayu itu rasanya hangat dan nyaman.. dan, hari keenamku di Kalimantan pun berakhir..

No comments:

Post a Comment