Rabu, 25-03-2009 09:58:29
oleh: Gracia Emerentiana
Kanal: Gaya Hidup
www.wikimu.com
Desa Tangkil Sari.. meskipun termasuk tertinggal, tetapi jaringan listrik sudah masuk di desa ini. Sebagian penduduknya telah memiliki televisi. Selain itu, sinyal handphone juga sudah masuk walaupun tidak semua jenis jaringan telah ada. Yang unik dari desa ini, di rumah-rumah penduduknya telah terpasang jam dinding namun tidak ada satupun yang menyala, padahal di warung-warung ada dijual baterai.
Selain itu, motor yang ada di desa ini seluruhnya tidak memiliki rem (alias remnya rusak), mungkin karena kondisi jalannya yang berbatu-batu. Namun di sinilah serunya. Jalan-jalan kecil yang merupakan jalan penghubung ke kampung-kampung bagian desa ini (RT dan RW) berbatu-batu dan terjal sekali, sehingga cocok sekali untuk digunakan sebagai lokasi nge-track dengan menggunakan motor di samping lintasannya yang juga panjang (hingga berkilo-kilometer).
Di desa ini juga masih banyak terdapat rumah-rumah panggung yang merupakan rumah ciri khas adat masyarakat Sunda. Begitu pula dengan masyarakatnya yang 100% Islam dan menggunakan bahasa Sunda, sehingga desa ini cocok untuk dijadikan lokasi pelestarian budaya Sunda.
Berbicara mengenai potensi desa, di desa ini selain banyak terdapat tangkil juga banyak terdapat pohon pisang. Penduduk desa ini telah memanfaatkan produksi pisang dalam jumlah besar tersebut untuk dijadikan kripik pisang. Kripik pisang ini ada yang rasa manis dan asin, biasanya dijual di warung-warung dengan harga Rp 500 per bungkus. Namun sayang, karena keterbatasan pengetahuan mereka, maka kripik pisang ini hanya dibungkus dengan menggunakan plastik saja dan hanya dijual di dalam desa. Padahal apabila dikemas dalam kemasan yang menarik akan menambah harga jual dan juga dapat dipasarkan ke luar desa, dengan demikian dapat meningkatkan penghasilan pula.
Begitu pula dengan produksi bandreks. Mereka biasanya menjual bahan baku bandreks berupa jahe yang telah dikeringkan dan juga gula aren ke luar desa, dan membelinya kembali dalam bentuk bandreks untuk dijual di warung-warung. Padahal seharusnya mereka bisa memproduksi bandreks itu sendiri baru kemudian dijual ke luar desa. Bandreks yang dijual juga hanya dibungkus dengan menggunakan plastik dan dijual Rp 500 per bungkus. Waktu itu kami sempat mencoba mengemas kripik pisang dan bandreks dengan kemasan yang menarik dan ada logonya dan berhasil menjualnya dengan harga yang relatf jauh lebih tinggi. Sebenarnya desa ini memiliki banyak potensi, hanya saja kurangnya pengetahuan dari masyarakatnya menyebabkan potensi itu tidak dikembangkan.
Ketika berkunjung ke desa ini, banyak sekali barang yang bisa dijadikan oleh-oleh untuk dibawa ke kota. Selain kripik pisang dan bandreks, juga ada kerupuk yang terbuat dari beras, madu murni, gula aren, emping, dan kerajinan ukiran badak yang terbuat dari kayu khusus (saya lupa nama jenis kayunya apa, tetapi yang pasti merupakan jenis kayu yang lunak dan harganya agak mahal). Ukiran badak ini ada yang dibatik dan tidak (polos), terdiri dari ukuran kecil, sedang, hingga besar. Jika ingin ukuran yang lebih besar, dapat dipesan terlebih dahulu. Bentuk badaknya beraneka ragam. Ada patung badak tunggal maupun badak kawin, dan juga ada gantungan kunci badak.
Ukiran badak ini dibuat oleh suatu perkumpulan orang muda, yang dinamakan “Kanopi”. Di bagian bawah patung badak dapat dilihat ukiran nama kanopi. Ukiran badak ini juga merupakan simbol dari Taman Nasional Ujung Kulon, dimana merupakan habitat badak Jawa yang sangat dilindungi karena sudah terancam punah.
Untuk satwa yang ada di desa ini, tidak berbeda dengan desa-desa lainnya, ada ayam, bebek, kerbau, kuda, sapi, anjing dan juga kambing. Hanya saja mungkin jenisnya yang berbeda. Anjing-anjing di desa ini kurus namun terlihat gagah (agak mirip anjing hutan). Untuk ayam-ayamnya berbulu lebih lebat dibandingkan dengan ayam-ayam yang biasanya ada di kota. Begitu pula dengan kambing, bentuknya agak unik, ada yang menyerupai kambing gunung, ada pula yang berwarna putih seperti kancil suka melompat-lompat.
Saya sempat kaget ketika sedang berjalan-jalan di hutan belakang basecamp, karena ketika saya mau kembali ke basecamp ada seekor makhluk yang tiba-tiba meloncat di depan saya dan berlari-lari sambil meloncat-loncat. Hewan ini menggunakan kalung lonceng seperti lonceng yang biasa digunakan sapi atau kerbau di sawah. Telinga hewan ini tegak, bulunya putih dan badannya gemuk. Pertama saya kira hewan itu adalah sejenis kancil, tapi ternyata kambing, dan kambing putih tersebut merupakan kepala/pimpinan dari kambing-kambing lain yang menyerupai kambing gunung.
Banyak sekali hal-hal menarik yang saya jumpai di desa ini, termasuk cara memelihara ayam yang bertelur di semacam bakul (mangkok yang terbuat dari anyaman kayu) kecil yang dipasang di dinding-dinding di belakang rumah. Di desa ini banyak sekali jalan setapak yang belum sempat saya telusuri. Saya saat itu sering sekali masuk ke hutan untuk mencari badak, tetapi ternyata lokasi habitat badak itu masih cukup jauh dari desa tersebut. Sayang sekali.. Namun pengalaman di desa ini menjadi suatu pengalaman hidup saya yang tak akan terlupakan..
Bagi yang ingin berlibur, cobalah sekali-sekali mengunjungi desa ini. Anda akan menemukan dan merasakan banyak pengalaman menarik yang tidak akan bisa anda dapatkan di kota. Salah satunya makan lalapan dari kebun genjer pak Haji.. Selamat berlibur..!!
No comments:
Post a Comment