Selasa, 28-04-2009 14:29:11
oleh: Gracia Emerentiana
Kanal: Peristiwa
www.wikimu.com
Hampir 11 tahun berlalu, namun Tragedi 12 Mei tak juga kunjung terselesaikan dengan tuntas. Begitu pula dengan semangat para mahasiswa Trisakti yang tak kunjung padam untuk menyelesaikan kasus tersebut. Tragedi 12 Mei yang lebih dikenal dengan Tragedi Trisakti, telah merenggut nyawa 4 orang mahasiswa Trisakti, yaitu Hafidin Royan, Elang Mulia Lesmana, Hendryawan Sie, dan Hery Hartanto.
Peristiwa ini awalnya dilatarbelakangi oleh kondisi negara yang sulit, yaitu goyahnya perekonomian Indonesia pada awal tahun 1998 serta kondisi pemerintah yang tidak lagi memiliki kredibilitas. Dengan adanya kondisi yang seperti ini, mahasiswa Trisakti tergugah untuk mengadakan orasi yang menuntut agar Soeharto turun dari jabatannya karena kepemimpinannya sudah tidak dapat dipercaya lagi terutama dalam bidang ekonomi.
Puncaknya terjadi pada 12 Mei 1998, dimana 12.000 mahasiswa dari Universitas, Akademik dan Sekolah Tinggi Trisakti beserta para guru besar Trisakti mengadakan orasi besar-besaran yang dilaksanakan di Jungle (pelataran parkir kampus A Universitas Trisakti). Selesai orasi seluruh mahasiswa Trisakti sepakat ke gedung DPR/MPR, kurang lebih 5000 mahasiswa Trisakti turun ke jalan. Di depan wali kota mahasiswa dihadang oleh aparat KODAM. Setelah bernegosiasi mahasiswa maju menuju kejaksaan Jakarta Barat yang kemudian dihadang lagi oleh aparat kepolisian. Perwakilan mahasiswa, Hendro (ketua senat) bernegosiasi dengan Kapolres dan Dandim. Negosiasi berlangsung lama karena mahasiswa dijanjikan oleh pihak Kapolres untuk bertemu dengan Hari Sarbarno ketua fraksi ABRI, untuk membacakan statement yang dibawa oleh mahasiswa untuk di gedung DPR/MPR.
Sebelumnya pihak Trisakti dengan Wakapolda Dirjen Gunawan sudah memberi himbauan kepada polisi untuk jangan mengadakan represif terhadap mahasiswa karena yang dilakukan oleh mahasiswa bukanlah bentuk kekerasan, melainkan hanya menyampaikan pendapat yang bermodalkan peluru hati nurani dan idealisme.
Komandan lapangan saat itu ialah Kolonel Polisi Artur Damanik. Kapolres memberikan ultimatum kepada mahasiswa untuk kembali ke kampus. Mahasiswa menyepakatinya karena sampai saat itu mereka belum juga mendapatkan jawaban dari DPR/MPR untuk bertemu dengan Hari Sarbarno.
Keadaan masih kondusif dengan Kapolres sampai akhirnya terjadi insiden dimana seorang oknum yang bernama Maskud (dulunya pernah kuliah di Fakultas Desain Trisakti tetapi tidak tamat) berteriak membentak-bentak mahasiswa, spontan mahasiswa langsung berdiri dan mengejar Maskud. Oknum tersebut dikejar massa dan lari menuju barisan polisi, tiba-tiba polisi membuat barikade dalam posisi siap. Daripada keadaan menjadi rumit, pihak Kapolres dan mahasiswa Trisakti beserta Otorita (satuan pengaman Trisakti) sepakat untuk balik kanan. Kapolres kembali ke arah barisan polisi dan mahasiswa kembali menuju kampus.
Setelah mahasiswa kembali menuju kampus, tiba-tiba dari arah belakang ada beberapa mahasiswa yang mendengar dari arah polisi yang mengatakan posisi siap tembak, polisi mengokang senjatanya. Serentak mahasiswa kaget dan menengok ke arah sumber suara. Seiring polisi mengokang senjata, pasukan bermotor yang berada di belakang barisan polisi pun menyalakan motornya. Dengan serentak pasukan bermotor itu mengejar mahasiswa dan pada saat itu pula tembakan senjata diluncurkan.
Ternyata peluru yang dilontarkan bukan peluru karet melainkan peluru tajam. Mahasiswa berlarian menuju kampus, sedangkan tembakan yang bertubi-tubi dikeluarkan oleh polisi ke arah mahasiswa beserta dengan gas air mata. Polisi menembaki mahasiswa dari luar pintu gerbang Trisakti, sebagian polisi yang berada di atas jembatan layang mengarahkan tembakannya ke arah mahasiswa yang berlarian di dalam kampus. Kejadian ini berlangsung sekitar dua jam lebih (yaitu pukul 17.00 – 19.00).
Ketika tembakan dari polisi sudah mereda, mahasiswa serta otorita membantu korban-korban yang tertembak dan terkena gas air mata untuk dibawa ke RS Sumber Waras. Kejadian ini mengakibatkan empat mahasiswa Trisakti meninggal dunia dan puluhan mahasiswa serta beberapa dosen luka berat, termasuk Hendro (ketua senat) terkena luka tembakan. Keempat mahasiswa yang meninggal, tewas di dalam kampus. Kejadian ini berakhir sekitar pukul setengah delapan malam. Beberapa mahasiswa menginap di kampus dan sebagian pulang lewat jalan belakang ke arah Tanjung Gedong, pihak otorita membukakan jalan dan menitipkan mahasiswa ke warga setempat. Sebagian mahasiswa yang pulang lewat pintu depan keluar lima-lima dan mengangkat tangannya sebagaimana yang diperintahkan oleh Kolonel Polisi Artur Damanik.
Untuk mengenang tragedi tersebut, di Trisakti setiap tanggal 12 Mei diadakan upacara dan biasanya dilanjutkan dengan orasi serta diskusi di DPR/MPR yang menuntut pertanggungjawaban pemerintah untuk mengusut tuntas serta menyelesaikan tragedi Trisakti karena hingga kini belum juga menemukan titik temu antara keadilan dan kebenaran. Selain itu, di Trisakti didirikan sebuah monumen yang dinamakan dengan Monumen Tragedi 12 Mei yang terdiri dari empat tugu yang melambangkan empat mahasiswa yang gugur dalam Tragedi Trisakti.
Begitu pula dengan museum yang terdapat di lantai dasar gedung M (Gedung Sjarif Thajeb) Kampus A Universitas Trisakti, berisi kenangan-kenangan akan peristiwa yang merenggut nyawa keempat mahasiswa tersebut. Di dalam museum ini terdapat foto-foto saat tragedi tersebut terjadi, foto dan barang-barang pribadi milik keempat mahasiswa yang gugur, papan yang masih ada bekas lumuran darah yang dulu digunakan untuk mengangkut korban penembakan tragedi Trisakti serta kaca jendela yang pecah karena tembakan peluru yang diluncurkan oleh polisi pada saat kejadian. Di dekat gedung M ini terdapat dua titik yang merupakan tempat tewasnya dua dari empat orang mahasiswa Trisakti yang gugur, yaitu Hafidin Royan dan Hery Hartanto, titik-titik tersebut ditandai dengan sebuah lingkaran yang terbuat dari keramik dan dilengkapi dengan karangan bunga yang diletakkan di sampingnya ataupun di atasnya.
Pada Monumen Tragedi 12 Mei tertera tulisan di bagian sampingnya, tulisan tersebut berbunyi seperti berikut:
Hari ini kami datang bersama bunga dan sejuta pekik sebagai tanda kasih serta keteguhan kami demi keadilan… karena kami yakin bahwa Reformasi merupakan keharusan
Merah Putih setengah tiang bersaksi atas Darah, Keringat, Air Mata, Rasa Takut dan rasa ingin berontak bercampur menjadi satu… Ratusan dari kami yang cedera puluhan dari kami yang ditembaki atas kesewenang-wenangan Penguasa… Empat saudara kami tercinta, telah gugur meninggalkan ribuan duka, kalut dan marah yang mendalam
… Perjuanganmu takkan sia-sia saudaraku, tiap tetes darahmu akan berarti bagi Bangsa dan Negri ini… Dan ini menjadi bukti bagi kami yang setia bahwa keAdilan adalah kePatutan!
Jakarta, 12 Mei 1998
Mereka yang telah Berjuang
Demikianlah isi tulisan tersebut. Hampir sebelas tahun berlalu, namun semangat reformasi masih melekat di jiwa mahasiswa Trisakti. 12 Mei bukanlah perayaan melainkan merupakan peringatan terhadap semangat para mahasiswa yang berjuang demi rakyat. Meskipun banyak yang bilang mahasiswa Trisakti termasuk golongan borjuis dimana krisis moneter tidak terlalu berpengaruh pada mereka, tetapi mereka masih ingat bahwa masih banyak rakyat Indonesia yang kelaparan dan mengalami keterpurukan di luar sana. Kita mestinya meniru semangat mereka demi membangun bangsa kita, bukan malah menjadi orang yang ikut menghancurkan bangsa.
No comments:
Post a Comment