Sabtu, 06-02-2010 07:58:17
oleh: Gracia Emerentiana
www.wikimu.com
Bulan Desember lalu, tepatnya hari Sabtu tanggal 5 Desember 2009, merupakan saat dimana aku dan keluarga berangkat ke Surabaya setelah sekian lama, sekitar 3 tahun tidak ke sana. Kami sekeluarga (aku, papa dan mama) berangkat ke bandara Soekarno Hatta sekitar jam 7 malam dengan menggunakan taxi. Inilah kali pertama aku naik pesawat. Sebelumnya aku naik pesawat hanya ketika aku masih dalam kandungan mamaku. Yang kurasakan adalah perasaan senang sekaligus takut, karena banyaknya berita pesawat jatuh yang kulihat di TV maupun Koran. Pesawat yang kami naiki adalah Lion air Boeing 737-900 ER.
Sebelum take-off, kami menunggu sekitar 2 jam.
Pengalaman yang tidak menyenangkan bagiku adalah ketika take-off, aku tidak tahan dengan tekanan udara ketika lepas landas. Namun, begitu pesawat telah mengudara, pemandangan indah kota pada malam hari terlihat mengesankan. Sayang, aku tidak bisa memotretnya karena ada larangan untuk mengaktifkan benda-benda elektronik selama di dalam pesawat. Aku melihat lampu-lampu kota bersinar membentuk suatu bentuk unik, juga terlihat lampu dari kompleks monas yang tampak kecil dan lucu.
Selama dalam perjalanan udara tersebut, ada kejadian yang mengkhawatirkan dan sempat membuat jantung berdetak keras. Perjalanan yang kami lalui ternyata tidaklah semulus yang diharapkan, ketika pesawat yang kami naiki mengalami gangguan berupa guncangan yang keras. Tak lama kemudian lampu-lampu dipadamkan dan terdengar pengumuman dari kabin pilot bahwa cuaca sedang buruk. Jantungku langsung berdetak kencang, mamaku pun merasa takut dengan wajah yang menjadi pucat. Ketika itu pesawat yang kami naiki berada pada ketinggian 36000 kaki dengan kecepatan terbang 8600 km/jam. Yang dapat kulakukan hanyalah berusaha menenangkan diri dan berdoa mengharapkan tidak terjadi apa-apa pada kami. Pengalaman pertamaku naik pesawat dilengkapi dengan hadiah kejutan tanda-tanda bahaya yang bisa menyebabkan pesawat jatuh. Dan ternyata, tidak terasa pesawat tiba di Surabaya, perjalanan berakhir dengan selamat. Saat itu waktu menunjukkan pukul 23.05.
Ketika landing, hanya terasa getaran akibat kerikil di landasan saja, tapi sama sekali tidak menakutkan, berbeda dengan saat take-off yang membuatku sedikit pusing dan mual. Pesawat parkir dan penumpang bersiap-siap turun. Namun, untuk turun pun kami harus antri, begitu pula dengan ketika naik ke pesawat sebelum berangkat, mungkin disebabkan karena ruang pesawat yang begitu sempit dengan jumlah penumpang yang sangat banyak. Yang kuingat selama perjalanan mengudara, selain guncangan akibat cuaca buruk, aku melihat kota Jakarta dan Surabaya dari atas. Dari situ kutemukan perbedaan antara Jakarta dan Surabaya, yaitu mengenai banyak lampu dan jarak antar lampu. Kota Jakarta tampak sangat terang jika dilihat dari atas dan jarak antar lampunya berdekat-dekatan, sedangkan Surabaya relatif tampak lebih redup dan sepi.
Setelah turun dari pesawat, lagi-lagi kami melalui jalan di landasan pesawat. Aku melihat banyak juga pesawat yang diparkir, dan semuanya berjejer dengan rapi. Namun aku melihat kejanggalan, yaitu jarak pesawat yang kami naiki begitu jauh dari pesawat yang diparkir di sebelahnya, dan baru kusadari ternyata sayap Lion Air begitu panjang, sehingga cukup memakan ruang di parkiran landasan pesawat.
Di bandara, ketika turun dari eskalator, kami melihat ada keluarga kami yang sudah menjemput. Tetapi sebelum keluar dari bandara, kami mengambil packing dari bagage terlebuh dahulu. Ketika itu aku malah teringat restoran jepang, dimana Sushi dan makanan lainnya berputar mengelilingi meja tempat para tamu makan, sama seperti bagage terebut yang berputar, dengan tas-tas di atasnya yang menunggu untuk diambil oleh pemiliknya, unik juga.
Kami dijemput oleh saudara-saudara kami dengan menggunakan mobil kijang baru. Dari bandara Juanda Surabaya, kami melalui jalan panjang sepi yang tampak seperti jalan raya Jakarta-Pandeglang. Selama perjalanan dengan mobil tersebut, aku menikmati pemandangan di sekelilingku, sambil terkesan dan berkata dalam hati ”Welcome back to Surabaya..kota kelahiranku..”.
Jalan panjang yang kami lalui kemudian menyambung dengan fly over yang melalui perumahan Pondok Chandra Indah. Saat itu aku tak sadar, karena perumahan tersebut sangat berubah, benar-benar berbeda dengan yang kuingat ketika terakhir kali ke Surabaya. Dulu, perumaha itu indah, dengan danau sebagai pintu masuknya. Namun, sekarang tampaklah suram. Danau tersebut sudah hilang, dan perumahan tersebut yang dulunya sangat asri, kini dibelah oleh fly over sehingga menimbulkan kesan semrawut dan tak nyaman lagi. Perumahan tersebut adalah tempat nenek dari papa dan saudara sepupuku tinggal. Ketika masih kecil, aku sering bersepeda di sana bersama sepupu-sepupuku.
Setelah melewati Pondok Chandra, berjalan jauh melalui jalan-jalan sempit dan berliku-liku, kami melalui sebuah jalan besar. Kemudian alu melihat di sepanjang jalan ada warung lesehan. Warung lesehan ini terletak di Jembatan Merr. Tidak seperti warung yang lazim terdapat di sudut-sudut kota, melainkan hanya berupa deretan gerobak-gerobak pedagang kaki lima di pinggiran trotoar yang terletak di jembatan yang melalui sebuah sungai. Namun uniknya, para pembeli tidak makan di atas bangku, melainkan duduk lesehan di atas trotoar yang beralaskan tikar dengan meja-meja kecil yang terbuat dari kayu yang biasanya digunakan oleh anak-anak TK untuk menggambar, dan tak lupa diterangi oleh cahaya-cahaya lilin sehingga menimbulkan suasana kekeluargaan dan kekerabatan yang lebih mendalam satu sama lainnya, baik antar pembeli maupun dengan para pedagang kaki lima tersebut. Sambil makan dan menikmati suasana malam hari, pengunjung juga menikmati perbincangan dan juga berbagai bentuk permainan kartu.
Selama perjalanan dari bandara menuju tempatku menginap yaitu rumah kakek, nenek dan tanteku, aku melihat banyak perubahan di Surabaya. Banyak hal baru serta hal menarik dan unik yang dapat ditemui di
Sesampainya si tempatku menginap, aku senang karena akhirnya bisa melihat lagi rumah kakekku yang menurutku adalah “Rumah Hijau”nya
Ketika masuk ke dalam rumah, di meja belakang sudah terhidang "lontong mie", yang merupakan salah satu makanan khas
Mengingat tujuan utamaku ke
No comments:
Post a Comment