Hari H, Hari Keberangkatan.. Jakarta-Sampit-Pangkalan Bun.. (Part 1)
Sebelum weker hpku berbunyi aku sudah terbangun.. dengan perasaan masih gundah gulana, aku langsung menatap facebook.. melihat-lihat kembali foto Malaikatku sambil menyebut-nyebut namanya dalam hati..
Sebelum weker hpku berbunyi aku sudah terbangun.. dengan perasaan masih gundah gulana, aku langsung menatap facebook.. melihat-lihat kembali foto Malaikatku sambil menyebut-nyebut namanya dalam hati..
Hari ini hari Minggu, 30 Oktober 2011.. Jam setengah 4 pagi pun tiba, mamaku membangunkan aku yang sudah bangun.. aku pun bersiap untuk mandi.. ketika keluar kamar, aku berusaha menunjukkan wajah tenang walaupun dalam hati sebenarnya aku khawatirnya bukan main..
Aku pun kemudian mandi, sambil beberapa kali sempat bengong.. pikiranku melayang-layang.. sempat terpikir ingin rasanya aku sakit cukup berat agar aku bisa membatalkan keberangkatanku ini.. namun, itu tak mungkin terjadi walaupun badanku sedikit tak enak badan..
Selesai mandi aku berusaha membangunkan anjingku Brino, namun dia asyik tidur.. aku jadi agak sedih karena dia tak menyambut kepergianku.. aku pun memandang keluar jendela, melihat ke bawah ke kuburan Nala.. semalam aku belum sempat mengunjunginya.. yang kurindukan dan tak akan ada lagi yaitu Nala yang menungguku pulang hingga tak tidur sama sekali.. sedih rasanya kehilangannya.. sudah hampir setahun berlalu sejak 20 Januari 2011 namun hati ini tetap sakit rasanya setiap kali mengenangnya, dan air mataku pun selalu menetes..
Lalu aku juga memandang anjingku yang dulu kupungut di belokan Citra 2,kuberi nama White.. dia harus dititipkan ke dokter hewan selama beberapa hari karena di apartemen ada larangan memelihara anjing lebih dari 2 ekor.. anjingku Brino dan Neville sudah tua, jadi tidak mungkin diberikan ke orang lain.. jadi White lah yang terpaksa dikorbankan.. tanggal 31 Oktober White akan dititipkan sementara, dan akan diambil dan dimasukkan kembali secara diam-diam ke dalam apartemen beberapa hari setelahnya.. tapi aku bersyukur karena akhirnya White tidak jadi diberikan ke orang lain.. sebelumnya aku sudah merasa sedih dan tak rela untuk berpisah.. aku memungut White tgl 12 Mei 2010, bertepatan dengan saat aku interview di GTZ dan tragedi trisakti juga ulang tahun Malaikatku walaupun waktu itu aku belum berkenalan dengannya.. Dengan demikian sudah hampir satu setengah tahun White ikut denganku.. aku sungguh khawatir jika dia diberikan ke orang lain karena selain kakinya cacat, juga ada sedikit keterbelakangan kecerdasan.. jika tidak diperhatikan dengan baik, bisa-bisa dia hilang atau mati..
Jam menunjukkan mendekati pk. 04.45.. tiba saatnya aku turun dan naik taksi.. sempat menunggu beberapa menit dan taksi pun datang.. aku pergi diiringi oleh kedua orang tuaku hingga lobi apartemen.. taksi pun melaju kencang menuju bandara.. dengan suasa hati masih tak rela, aku pun pergi..
Aku membawa sebuah tas gunung berukuran sekitar 45 liter, cukup berat, ditambah tas slempang yang biasa kupakai untuk keseharianku..aku cukup mirip dengan turis bule.. badanku masih kalah besar jika dibandingkan dengan tasku..
Sesampainya di bandara, masih dengan hati gundah, aku pun mengurus check-in.. setelah melalui counter airport tax, aku melihat seorang cowok cina.. ah, aku ini seperti sudah lama skali tak bertemu cowo cina.. melihatnya aku sedikit merasa tenang karena merasa ada yang cina selain diriku.. namun, kudengar dia berbahasa asing tak jelas bahasa apa dan dugaanku tujuan penerbangannya adalah ke Kuching , Malaysia .. Aku kemudian berjalan dengan muka muram menuju Gate C3.. Kalstar Aviation tujuan Sampit..
Di ruang tunggu C3, aku duduk sambil kemudian mendengarkan lagu ‘Can I have this Dance?’ yang mengingatkanku pada Malaikatku dan tanpa sadar air mataku pun menetes.. aku berusaha menahan air mataku, malu jika nanti dilihat orang.. dan saat itu pun aku tersadar bahwa orang yang paling aku sayangi adalah Malaikatku.. baru mau pergi saja aku sudah begitu merindukannya, apalagi 9 hari setelahnya nanti..
Penumpang tujuan Pontianak dan Kuching terlihat berlalu lalang bolak-balik karena adanya perubahan Gate pesawat mereka.. Tak lama kemudian terdengar pengumuman untuk penumpang tujuan Sampit dan Pangkalan Bun agar segera memasuki pesawat di Gate C5.. kulihat ada seorang bule yang juga ikut ke pesawat yang sama, dia tepat berada di depanku..
Aku berjalan dengan suasana hati masih sendu.. sampai akhirnya aku melihat badan pesawat yang akan kutumpangi, ternyata jenis Boeing 737-500, pesawat berukuran besar standar seperti Garuda dan yang lainnya, bukan pesawat kecil..
Di dalam pesawat aku hanya termenung memandang ke luar jendela, aku duduk di kursi bagian dalam nomor 19A, tepat di dekat kaca jendela pesawat.. Inilah saatnya aku pergi meninggalkan Jakarta ..
Begitu terdengar pengumuman bahwa pesawat akan diberangkatkan, kesedihanku pun semakin menjadi-jadi.. aku menahan tangis, namun air mataku tetap keluar.. untungnya penumpang di sebelahku hanya ada seorang bapak dan dia duduk di ujung, dia langsung tertidur pulas begitu duduk..
Setelah berputar-putar agak lama, pesawat pun bersiap untuk Take-Off, terdengar dari suara mesinnya yang mulai mengeras.. Aku paling benci saat-saat Take-Off.. aku tak tahan dengan tekanan udaranya yang membuatku sedikit pusing dan jantungku serasa terhanyut sesaat.. Namun, entah mengapa ketika itu Take-Offnya tidak terlalu terasa, lebih halus.. walaupun suara mesin pesawatnya lebih terdengar keras jika dibandingkan dengan ketika naik pesawat Garuda..
Dari dalam pesawat kulihat pelangi di atas awan Jakarta .. muncul dan hilang tak tentu.. indah juga.. menurut pengumuman sebelum keberangkatan, dikatakan bahwa menurut BMKG cuaca sangat cerah dan baik.. syukurlah, dan tampaknya memang demikian..
Setelah beberapa saat memandangi awan, perasaanku menjadi sedikit tenang.. lalu aku pun memilih untuk membaca komik, mengingat perjalanan masih 1 jam 20 menit.. tapi aku sudah menyiapkan kamera di tanganku, sehingga begitu aku melihat awan yang unik, aku akan segera memotretnya.. namun, aku sempat gagal memotret pelangi yang tampak sangat jelas karena pelangi itu segera menghilang dengan cepatnya..
Lalu di tengah perjalanan, para penumpang disuguhi snack yang terdiri dari 2 kue, salah satunya adalah kue pisang yang lumayan enak, dan yang satu lagi semacam croissant tapi belum kumakan, dan aqua gelas..
Selama beberapa saat perjalanan udara aku hanya melihat laut di bawah awan, tidak tampak satu pun pulau.. Lalu beberapa saat kemudian mulai terlihat daratan yang kutahu dari bentuknya itu adalah bagian tepi pulau Kalimantan .. dengan demikian, perjalanan sudah hampir berakhir, dan tak lama kemudian terdengar pengumuman bahwa pesawat akan segera tiba di Bandara H. Asan Sampit..
Aku cukup terhibur dengan pemandangan di bawah awan.. banyak terlihat pepohonan yang kutau itu pasti hutan, walaupun ada beberapa bagian yang seperti bekas terbakar dan juga sungai yang meliuk-liuk di antara daratan, besar dan kecil.. Selain itu, awan di atas pulau Kalimantan ternyata cukup tebal.. beberapa saat sempat pandanganku terhalang oleh kabut tebal.. semuanya tampak putih, tak terlihat apa-apa, namun hebatnya sang pilot masih bisa tahu arah dan mengendalikan pesawatnya..
Pesawat pun tiba di Bandara H. Asan setelah melalui pendaratan dengan hantaman yang cukup kencang antara roda pesawat dan landasan, hingga punggung kursiku maju dan kakiku menahan badanku sambil bergumam “Astaga”..
Bandara H. Asan ternyata sangat kecil dan sederhana, namun di sisi landasan terdapat hutan yang terlihat masih asri..
Awalnya aku mengira akan transit di Bandara tersebut untuk berganti pesawat kecil untuk melanjutkan perjalanan ke Pangkalan Bun, tapi ternyata terdengar pengumuman yang ditujukan kepada penumpang yang akan melanjutkan perjalanan ke Pangkalan Bun untuk tidak turun dari pesawat dan tetap duduk.. Kupikir, yaaahhh, aku tak bisa jalan-jalan d.. ternyata hanya mampir.. pesawat menunggu penumpang baru selama sekitar 20 menit..
Lalu pesawat pun diberangkatkan dengan ketinggian 12 ribu km.. suara mesin pesawat berdesit lebih keras, dan aku khawatir ada apa-apanya dengan mesin tersebut.. selain itu posisi pesawat juga miring ke atas, sungguh tak biasa..
Perjalanan ke Pangkalan Bun ditempuh selama 30 menit.. dari balik kaca jendela kulihat pemandangan hutan dan sungai yang terlihat semakin jelas walau kadang-kadang terhalang oleh awan.. sungai yang lebar dan terdapat beberapa kapal yang berlabuh, sayangnya aku tak sempat memotret bagian terbaiknya.. aku tak tahu nama sungai itu apa, bisa jadi itu sungai Kumai atau mungkin juga sungai Sekonyer??
Tak lama kemudian, pesawat pun tiba di Pangkalan Bun, lagi-lagi mendarat dengan hantaman yang kencang.. untung aku tak punya penyakit jantung.. fiuhh..
Masih di dalam pesawat dan pesawat pun masih bergerak di landasan memposisikan diri untuk parkir, kulihat ke luar jendela, tampak hutan di sepanjang sisi landasan, namun hutan itu tak sehijau dan serindang hutan di bandara H. Asan Sampit.. tampak adanya pembukaan lahan dan juga pengerukan.. sayang sekali, hutan itu jadi tampak rusak, mirip seperti yang selama ini kulihat di TV..
Ketika pesawat telah berhenti, terdengar pengumuman bahwa pesawat akan melanjutkan perjalanan ke Semarang .. wah, si pilot ga capek-capek tuh ya? Begitu pikirku.. aku lupa nama pilotnya, Daniel siapa gitu, yang pasti tebakanku kalo bukan agama Katolik ya orang Cina..
Turun dari pesawat, setelah mengantri di belakang si bule sambil membawa tas ranselku yang super berat, aku pun memotret pesawat dan minta tolong difotokan oleh seorang pegawai bandara..
Tak jauh dari pesawat yang kutumpangi, terdapat pesawat Kalstar berukuran kecil dengan kapasitas 40 orang yang baling-balingnya tampak dari luar karena tidak ada pelindungnya..
Bandara Iskandar Pangkalan Bun ternyata sangat kecil dan lebih sederhana lagi jika dibandingkan dengan Bandara H. Asan Sampit.. Lebih mirip seperti pondokan dengan lapangan parkir daripada bandara.. Bangunannya terbuat dari kayu, dan di bagian depannya ada loket untuk pemesanan Taksi..
Aku langsung menuju loket dan memesan taksi, dan aku diberi semacam tiket pembayaran taksi bertuliskan Primkopau “Pura Iskandar” dengan tarif 50ribu rupiah.. tampaknya ke segala jurusan pun harganya dipatok sama 50ribu.. lalu aku juga teringat “Primkopau”, itu kan salah satu nama perusahaan taksi yang beroperasi di Palembang .. ternyata sampai di Kalimantan ada juga toh..
Abang yang memberiku tiket itu langsung mengarahkanku ke mobil taksinya.. di parkiran taksi kulihat banyak bule berkerumun, salah satunya yang tadinya satu pesawat denganku.. mereka sudah siap dengan topi safarinya itu, tampak siap menuju Taman Nasional Tanjung Puting.. lalu si abang yang kuikuti menuju taksi ternyata adalah sopirnya..
Dengan Taksi sedan hitam bermerk Soluna, aku pun menuju dalam kota Pangkalan Bun..di sepanjang jalan tampak di kiri kanannya sangat rindang, penuh dengan pepohonan hijau segar.. sungguh asri dan juga bersih, tak tampak sampah di manapun..
Selama perjalanan aku sambil berbincang-bincang dengan abang sopir yang ternyata orang Ngawi namun dia lahir dan dibesarkan di Pangkalan Bun.. darinya aku mendapatkan beberapa informasi.. ternyata penduduk di Pangkalan Bun ini sebagian besar adalah pendatang dan kebanyakan adalah orang Jawa.. sedangkan penduduk aslinya, yaitu Dayak hanya sekitar 30%nya saja..
Lalu aku juga bertanya-tanya mengenai beberapa tempat wisata seperti pantai Kubu yang katanya sudah kotor, juga makanan khas Pangkalan Bun yang katanya adalah Coto Manggala, sama seperti info yang kuperoleh di internet..
Di perjalanan aku terpaksa duduk di belakang karena tasku terlalu besar dan berat.. jadinya aku tak bisa memotret obyek-obyek yang kulewati.. pertama-tama tampak bunderan tugu Pancasila dan di dekatnya ada Monumen Pesawat terbang milik TNI AU.. lalu taksi pun melewati gereja katolik yang ketika kutanya kepada abang sopir namanya bukan gereja St. Paulus tapi gereja apa gitu.. padahal menurut info yang kuperoleeh dari internet, satu-satunya gereja katolik di Pangkalan Bun bernama gereja St. Paulus..
Berikutnya taksi melewati gereja Kalimantan Evangelis, Istana Kuning dan taman bunderan.. Tak jauh dari situ, tibalah aku di hotel yang kumau, hotel Abadi di Jl. Pangeran Antasari..
Aku segera masuk ke dalam hotel dan waktu itu yang kulihat rate harganya 165 ribu, standar I yang kukira adalah yang termurah..saat kutanya apakah masih ada kamar kosong dan kata sang resepsionis ada tapi di lantai 3.. justru bagus pikirku, karena di atas lebih jarang terganggu.. dan ternyata lantai 3 itu tipe harga Standar III, hanya 110 ribu per kamar per malamnya.. murah juga..
Setelah membayar dan menerima bon, seorang pegawai hotel langsung membawakan tasku ke atas setelah menanyakan yang mana barang bawaanku, dan seorang pegawai lainnya menanyakan kepadaku aku mau teh atau kopi dan aku memilih teh.. suguhan wajib di pagi hari ternyata..
Aku mendapatkan kamar nomor 308, 1 kamar sebelum yang paling ujung.. begitu pintu kamar dibuka, aku pun tersenyum senang.. kamarnya cukup bersih dan nyaman, tak tampak menyeramkan, ada AC dan juga TV juga kamar mandi yang cukup bersih dan terang..
Setelah seorang pegawai yang membawakan tasku pergi, datanglah pegawai yang satunya lagi membawakan secangkir teh hangat dan kue apem..
Setelah beres-beres, aku pun memutuskan untuk membeli SIM Card baru dikarenakan provider 3 dan xl yang kugunakan tak mendapat sinyal.. maka aku akhirnya membeli nomor IM3 seharga 6 ribu dengan bonus pulsa Rp 2.400 dan aku juga membeli pulsa 50 ribu yang dihargai 52 ribu..
Sang penjual menghitung dengan kalkulator, namun tampak kebingungan menghitung kembalian dari uang 100 ribu yang kuberikan.. dan lalu kubantu dia untuk menghitung..
Setelah membeli SIM Card, aku kembali ke hotel dan mengaktifkan nomor tersebut lalu menelpon orang tuaku agar mereka tak khawatir..
Sesudah minum teh, aku memutuskan untuk berjalan-jalan berkeliling di daerah yang tak jauh dari hotel..
Tujuan pertamaku adalah Istana Kuning.. sambil berjalan kaki menuju ke sana , aku sambil memotret kanan dan kiriku..
No comments:
Post a Comment