“dia datang bagai balita mengelus pipi
membekas rona putih tanpa rasa"
Demikianlah kutipan dari sebuah puisi yang dibuat oleh seorang mantan penderita kusta.. kuperoleh puisi ini dari internet.. Seperti itulah kusta, tanda awalnya berupa bercak berwarna putih (mirip panu) atau kemerahan di kulit. Bercak ini menyebabkan mati rasa, kehilangan bulu, dan tidak berkeringat.
Sebelumnya aku sempat mencari tahu mengenai penyakit ini, lebih dari sisi kedokteran.. kutemukan sebuah paparan dalam bentuk file power point yang cukup lengkap, tampaknya adalah bahan kuliah untuk mahasiswa kedokteran.. kemudian pengetahuan yang kuperoleh ini diperlengkap dengan diadakannya seminar mengenai kusta oleh teman-temanku dari komunitas Magis Jakarta pada hari Minggu, 9 Oktober 2011 kemarin dengan paparan yang dibawakan oleh Dr. J.P. Handoko Soewono (seorang dokter senior di RS Kusta Sitanala, Tangerang) di Aula lantai 2 sekolah Colose Canisius, Menteng, Jakarta Pusat..
Memang, banyak stereotype atau pandangan negatif mengenai penyakit ini disebabkan oleh paradigma yang sejak awal sudah salah.. Sebagian besar orang mengganggap penyakit ini sungguh mengerikan dan sangat berbahaya sehingga penderitanya pun menjadi dikucilkan ataupun disingkirkan.. Padahal, kenyataannya tidaklah seperti itu.. Bahkan, penyakit ini tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan penyakit kanker, jantung, maupun HIV/AIDS..
Penyakit Kusta memang penyakit menular, namun penyakit ini tidaklah mudah menular.. Lebih dari 96% manusia kebal terhadap penyakit ini.. Sebagai manusia normal, secara alami kita kebal terhadap penyakit.. Hanya manusia yang mempunyai sedikit atau tidak ada kekebalan saja yang dapat tertular penyakit ini, dan umumnya tertular penyakit ini adalah manusia yang hidup di bawah garis kemiskinan, seperti yang dinyatakan oleh PBB yaitu penduduk yang memiliki pendapatan di bawah US$2/orang/hari..
Penyebaran penyakit kusta di dunia menunjukkan bahwa Indonesia masuk ke urutan nomor 3 terbanyak penderita kusta, yaitu berdasarkan data tahun 2010 sebanyak 21.026 kasus teregistrasi (yang sudah ada) dan 17.260 kasus baru per tahun. Sebanyak 14.227 kasus baru menyerang Manula dan Balita, 6.887 kasus baru menyerang wanita dan 1.812 kasus baru menyerang anak. Sebagian besar yang terkena kusta adalah anak-anak, sedangkan untuk orang dewasa kemungkinan untuk terkena penyakit ini sangatlah kecil..
Kusta disebabkan oleh infeksi bakteri Mycrobacterium Leprae yang masuk melalui kulit dan mucous membranes..
Mycrobacterium Leprae pertama kali diidentifikasi oleh Gerhard Henrik Armauer Hanser pada tahun 1873.
Bakteri ini tidak terlalu mudah menular dan memiliki waktu inkubasi yang lama. Menurut Dr. Handoko, membutuhkan waktu (masa inkubasi) antara 2 – 15 tahun setelah terinfeksi bakteri ini hingga muncul gejala kusta. Kurang dari 5% orang yang terinfeksi Mycrobacterium Leprae terkena penyakit kusta, hal ini disebabkan oleh faktor imun respon pada masing-masing individu.. Kusta juga bukanlah penyakit keturunan, dan tidak ada vaksin untuk kusta dikarenakan vaksin tidak akan bisa meningkatkan kekebalan tubuh manusia terhadap kusta..
Penularan penyakit ini tidak diketahui pasti, diduga dapat menular melalui kontak kulit dengan penderita atau melalui pernafasan (bersin). Bakteri kusta disebarkan oleh penderita yang belum pernah minum obat atau penderita yang belum kelihatan bahwa terkena kusta dan justru penderita yang sudah semakin jelas kustanya, yaitu penderita yang pernah minum obat, semakin tidak menular..
Kusta dalam bahasa India yaitu Kus, diIndonesiakan menjadi Kusta, artinya yang menggerogoti tubuh sampai habis. Sedangkan dalam bahasa timur tengah, yaitu Leprae dan diIndonesiakan menjadi Lepra.
DNA Plasmid Mycrobacterium Leprae dapat menginfeksi sel syaraf manusia. Plasmid ini dapat hidup terpisah dari kromosom bakteri dan tubuh bakteri itu sendiri ketika meng’invasi’ sel tubuh manusia. Kusta dapat menyerang sistem pernafasan atas, mata, dan membrane selaput lendir.. Untuk pertama kalinya, kusta paling suka muncul di bagian tubuh yang paling dingin, yaitu di pantat.. Jika tidak segera mendapat pengobatan, maka penyakit ini dapat menyerang syaraf tepi, yaitu biasanya di muka, tangan, dan kaki.. Penanganan yang terlambat (lebih dari 2 tahun) pada akhirnya akan menyebabkan syaraf rusak dan timbul cacat..
Jenis penyakit kusta ada dua macam, yaitu Kusta kering atau Pauci Baciller (PB) dan Kusta basah atau Multi Baciller (MB) yang menyebabkan kulit tampak mengkilap seperti basah.
Penyakit ini mudah diobati, yaitu dengan MDT (Multiple Drug Therapy), dimana untuk Kusta kering (PB) dengan tablet kemasan berwarna hijau selama 6 bulan dan untuk Kusta basah (MB) dengan tablet kemasan berwarna merah selama 12 bulan. Obat disediakan gratis di setiap puskesmas atau pelayanan kesehatan lainnya. Jika berobat dini dan minum obat secara teratur maka penderita yang terinfeksi kusta akan sembuh tanpa cacat, maka tidak akan ada yang tahu bahwa pernah terkena kusta..
Aku mendapatkan informasi bahwa WHO masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an, dan obat untuk kusta dibagikan rata sekitar tahun 1987-an. Pada awalnya, obat yang paling efektif untuk pengobatan kusta adalah promin. Promin yang awalnya diberikan secara injeksi digantikan oleh dapsone yang diberikan secara oral. Kini, dalam pengobatan kusta dilakukan dengan cara Multi Drug Therapy (MDT), yaitu pengobatan dengan menggunakan beberapa jenis obat. Obat-obat yang digunakan untuk penyakit kusta, antara lain Rifampicin (dapat membunuh bakteri kusta dengan menghambat perkembangbiakan bakteri - Dosis 600 mg), Diaminodiphenysulfone/Dapsone (mencegah resistansi bakteri terhadap obat – dikombinasikan dengan obat lain), Clofazimine/CLF (menghambat pertumbuhan dan menekan efek bakteri yang perlahan pada Mycrobacterium Leprae dengan berikatan pada DNA bakteri), Ofloxacin (Synthetic Fluoroquinolone, beraksi menyerupai penghambat bacterial DNA gyrase), dan Minocycline (Semisynthetic Tetracycline, menghambat sintesis protein pada bakteri).
Agar tidak terlambat dalam mengobati jika ternyata terkena penyakit kusta, maka kita haruslah mengetahui terlebih dahulu mengenai gejala-gejalanya dan mendiagnosisnya sedini mungkin. Untuk orang yang berkulit putih mungkin agak sulit untuk membedakan antara kulit yang normal dan yang terkena kusta, maka tidaklah cukup hanya dengan melihat apakah ada bagian kulit yang berwarna putih atau kemerahan. Cara sederhana yang dapat kita lakukan yaitu dengan memeriksa apakah pada kulit kita terdapat bagian yang tebal dan tanpa rasa sakit dan gatal atau mati rasa, apakah bagian tersebut selain berwarna putih atau kemerahan juga seperti kulit yang terkelupas, apakah rambut pada bagian tersebut rontok, adakah pembesaran gangguan urat syaraf dan terjadi kelainan bentuk pada tangan dan kaki, dan apakah bagian tersebut selalu kering tak berkeringat walaupun ketika bagian tubuh yang lain sedang basah karena keringat karena kulit yang normal biasanya lembab atau basah. Cara terakhir adalah dengan uji jarum, yaitu menusuk bagian yang tebal tersebut dengan jarum atau peniti hingga dalam, jika tidak terasa sakit maka bisa jadi bagian tersebut adalah kusta. Selanjutnya untuk memastikan apakah kita benar-benar terkena kusta atau tidak, dapat melalui cara medis yaitu dengan penyuntikan antigen ke bagian bawah kulit untuk mengetahui tipe penyakit kusta yang sedang diidap oleh seseorang. Tes ini disebut dengan Lepromin Skin Test. Penyuntikan antigen akan mengakibatkan terbentuknya gumpalan kecil pada kulit. Hal ini menandakan bahwa kedalaman penyuntikan telah tepat. Kemudian dalam waktu 3 sampai 28 hari dilihat perkembangannya.
Bentuk pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terkena penyakit ini adalah dengan menghindari kontak dengan kulit penderita, meningkatkan sistem imun tubuh dengan hidup sehat dan menjaga kebersihan, serta diagnosis dan pengobatan yang segera. Pengobatan perlu dilakukan segera setelah merasa mengalami gejala-gejala penyakit kusta ini. Deteksi dan pengobatan yang terlambat akan menyebabkan cacat pada tubuh. Jika bakteri menyerang syaraf, maka akan terjadi kelumpuhan otot, mati rasa, kulit kering dan tidak berminyak. Jika kemudian diobati dan sembuh, cacat ini akan tetap ada seumur hidup. Cara yang terbaik adalah berobat dini sebelum cacat sehingga dapat sembuh dengan sempurna.
Dr. Handoko menjelaskan bahwa luka-luka pada tubuh penderita kusta yang biasa kita lihat ternyata bukan akibat penyakit kusta itu secara langsung melainkan karena cacat atau kerusakan syaraf yang muncul akibat penyakit kusta. Akibat kerusakan syaraf, maka tangan atau kaki menjadi mati rasa. Akibatnya mudah terjadi luka akibat terkena benturan benda tajam, panas, gesekkan dan sebagainya. Luka ini tidak dirasakan sakit, bahkan cenderung diabaikan oleh penderita sehingga sulit sembuh. Luka yang terjadi berkali-kali dapat mengakibatkan hilangnya jari-jari atau bahkan bagian tubuh lainnya. Dengan demikian, Kusta tidaklah sama dengan Cacat.
Selain mengalami gangguan medis pada tubuh, para penderita kusta juga mengalami masalah yang sangat pelik yaitu berupa masalah sosial. Penderita kusta sering kali (bahkan hampir selalu) dikucilkan
dikarenakan adanya suatu pemahaman masyarakat yang salah, banyak yang belum mengetahui apakah penyakit kusta itu. Masalah sosial penderita kusta sering kali meliputi masalah dalam mencari nafkah, masalah pendidikan dan masa depan anak, serta masalah interaksi sosial lain dalam masyarakat.
Dalam hal ini, Dr. Handoko memaparkan contoh kasus yang benar-benar terjadi dalam kehidupan para penderita kusta. Beliau bercerita bahwa para penderita kusta ini posisinya adalah bergantung. Hal tersebut disebabkan oleh ketidakberdayaan mereka, bukan dari sisi fisik tubuh, melainkan akibat dari permasalahan sosial yang mereka hadapi.
Selain dihina, mereka juga dijauhi. Masyarakat tidak mau menerima pegawai ataupun hasil produksi, baik dari seorang penderita kusta maupun dari seorang mantan penderita. Mereka merasa takut akan tertular, dikarenakan stereotype negatif yang tanpa disadari sebenarnya telah ditanamkan dalam diri seorang individu sejak kecil, yaitu bahwa kusta itu menakutkan, harus dihindari dan disingkirkan. Begitulah kenyataan yang terjadi pada penderita kusta, tidak seorang pun yang mau menjual atau membeli hasil panen dari kebun seorang penderita ataupun mantan penderita kusta apalagi mempekerjakan mereka sebagai pegawai. Dengan demikian, para penderita kusta itu tidak mampu mencari nafkah sehingga mau tidak mau mereka hanya bisa bergantung pada sumbangan ataupun bantuan dari orang lain yang peduli.
Hal ini berdampak lebih lanjut pada keluarga mereka. Tanpa nafkah, maka tak bisa membiayai pendidikan anak. Belum lagi ketika seorang anak itu kemudian dikeluarkan dari sekolah dan dijauhi hanya karena orang tuanya adalah penderita atau mantan penderita kusta, masa depan anak mereka pun menjadi terancam.
Permasalah yang lebih pelik lagi adalah ketika seorang anak menemukan seseorang untuk menjadi pendamping hidupnya, yang kemudian ditolak oleh orang tua dari pihak pasangan hanya karena ketahuan bahwa orang tuanya adalah penderita atau mantan penderita kusta.
Demikianlah hidup para penderita dan mantan penderita kusta itu begitu rumit. Stigma negatif ini menyebabkan mereka putus harapan dan tak bisa bangkit, dan akhirnya mereka hanya bisa bergantung pada tangan-tangan yang peduli.
Lalu, bagaimana sebaiknya kita bersikap? Yang dapat kita lakukan selain memberikan pelayanan kepada para penderita dan mantan penderita kusta itu adalah dapat dengan memberikan penjelasan kepada masyarakat pengetahuan perihal penyakit kusta sehingga masyarakat tidak takut lagi, memperlakukan mantan penderita kusta sebagaimana layaknya manusia biasa dan tidak perlu dikasihani tetapi memberi kesempatan berusaha sesuai dengan kemampuannya. Demikianlah yang disampaikan dalam seminar kusta dan juga dalam artikel-artikel yang saya temukan di internet.
Sekarang, nasib mereka para korban penyakit kusta ada di tangan kita manusia yang masih sangat beruntung ini dikarenakan kita masih sangat sehat dan mempunyai daya untuk hidup di masyarakat. Yang terutama perlu diubah dalam masyarakat memang adalah pandangan masyarakat terhadap penyakit tersebut, dan bagi para korbannya yang paling penting kita lakukan adalah upaya untuk memberi dukungan secara moral dan psikologis sehingga mereka dapat memiliki harapan lagi untuk hidup selayaknya manusia normal.
Pada akhir seminar, diputarkan sebuah video yang kubuat, berupa cuplikan mengenai perjalanan tim dari Magis Jakarta yang bertugas melayani dan live-in di RS Kusta Sitanala Tangerang.. Awalnya, mereka yang bertugas di sana juga sempat merasa takut, namun pada akhirnya setelah mendapatkan pengetahuan mengenai penyakit ini, pandangan mereka pun menjadi berubah.. Mereka dapat bersosialisasi dengan para penderita kusta seperti layaknya dengan manusia normal tanpa ada ketakutan dan permasalahan lainnya..
Selain itu, pada awal seminar juga sempat diputarkan sebuah video yang diambil dari Youtube yang merupakan video dokumenter mengenai kusta.. Dari video ini dapat diambil gambaran umum mengenai penyakit kusta itu sendiri..
Pada akhirnya, semoga saja dengan adanya seminar tersebut dan juga bentuk sosialisasi lainnya termasuk tulisan ini, dapat membantu mengurangi stereotype negatif masyarakat terhadap penyakit kusta. Semoga kita dapat berkarya bagi mereka dan “Jangan singkirkan mereka!!”..
Note: Artikel ini telah diterbitkan di www.wikimu.com,
Rabu, 12-10-2011 10:07:46
(http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=19388)
Link terkait:
http://sudarmandg.blogspot.com/p/puisi.html